Oleh: Akhmad Syahran*

Palestina adalah luka terbuka yang belum sembuh di tubuh umat Islam. Sejak tahun 1948, pendirian entitas ilegal bernama “Israel” telah mengakibatkan penderitaan panjang rakyat Palestina—pengusiran massal, pembantaian, penghinaan terhadap tempat-tempat suci, dan blokade brutal terhadap Gaza. Namun, yang lebih menyakitkan daripada kekejaman musuh adalah keheningan dan perpecahan di kalangan umat Islam sendiri. Imam Khomeini—pemimpin Revolusi Islam Iran—berulang kali menegaskan bahwa “Jika satu miliar umat Islam masing-masing melempar satu ember air, maka Israel akan tenggelam.”[¹] Sebuah pernyataan simbolik yang menyiratkan kekuatan luar biasa umat Islam jika mereka bersatu.
Palestina: Isu Sentral Dunia Islam
Palestina bukan semata persoalan bangsa Arab atau wilayah Timur Tengah. Ia adalah masalah umat Islam, sebab di tanah inilah berdiri Masjid Al-Aqsa—kiblat pertama umat Islam dan tempat Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad ﷺ. Imam Khomeini menyebut Palestina sebagai “urusan setiap Muslim sejati” dan menolak keras pemisahan Palestina dari kesadaran umat.[²] Sayangnya, banyak rezim Muslim justru menganggap isu ini sebagai urusan sekunder, bahkan sebagian terlibat dalam normalisasi hubungan dengan Israel.
Makna Persatuan dalam Islam
Persatuan dalam Islam bukan hanya ideal teologis, melainkan perintah Ilahi. Al-Qur’an dengan tegas menyerukan:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai…” (QS Ali Imran: 103)
Dalam konteks Palestina, persatuan berarti:
- Meniadakan batas sektarianisme (Sunni-Syiah),
- Mengesampingkan nasionalisme sempit,
- Mengedepankan solidaritas umat di atas politik pragmatis,
- Menghidupkan kembali semangat jihad, resistensi, dan pengorbanan sebagai nilai utama perjuangan.
Imam Khomeini bahkan menyebut bahwa penyebab kelangsungan Israel bukan kekuatan militernya, tapi kelemahan dan perpecahan dunia Islam.[³]
Faktor Penghambat Persatuan
Bersambung ke halaman selanjutnya –>






