More

    Tanah yang Dijanjikan yang Tak Lagi Menjanjikan

    Oleh: Ismail Amin*

    Emigrasi warga Israel.

    Ada sesuatu yang berubah di Israel setelah 7 Oktober 2023, bukan hanya politik, bukan sekadar perang, tetapi sesuatu yang lebih dalam: rasa percaya. Ayatullah Khamenei, pemimpin tertinggi Iran mengatakan, pasca Tufanul Aqsa, Israel tidak akan kembali seperti dulu lagi. Serangan terukur kelompok perlawanan tersebut bukan hanya menembus pertahanan fisik, tapi juga menembus benteng psikologis masyarakat Israel. Sejak hari itu, ratusan ribu warga Israel mulai menimbang ulang apa arti “tinggal di tanah yang dijanjikan”. Israel kehilangan sesuatu yang tidak bisa digantikan; rasa aman.

    Data resmi dari Biro Pusat Statistik Israel (CBS) mencatat lonjakan tajam emigrasi sejak 2023. Pada tahun 2024 saja, sekitar 82.700 warga Israel meninggalkan negeri itu untuk menetap di luar negeri, angka tertinggi dalam dua dekade terakhir. Laporan parlemen (Knesset) bahkan menyebut tren ini sebagai “tsunami diam-diam” yang berpotensi mengubah struktur demografis Israel. Lebih dari setengah juta orang Israel tercatat meninggalkan negaranya sejak awal 2022 hingga pertengahan 2024, sebagian besar di antaranya kaum muda terdidik dan profesional.

    - Advertisement -

    Fenomena ini menggambarkan lebih dari sekadar mobilitas penduduk; ia menunjukkan krisis kepercayaan terhadap masa depan negara itu sendiri. Israel yang selama ini memproyeksikan diri sebagai tempat paling aman bagi orang Yahudi di dunia, kini justru membuat banyak warganya merasa paling tidak aman di rumah sendiri. Ketakutan bukan hanya datang dari roket Gaza atau ancaman HZB dan roket balistik dari Yaman Utara, tetapi dari kenyataan bahwa bahkan intelijen mereka, yang selama ini dielu-elukan, bisa gagal total mencegah tragedi 7 Oktober. Dalam perang 12 hari melawan Iran, Iron Dome Israel bahkan sama sekali tidak berdaya.

    Di tengah trauma dan kekacauan politik internal, Israel kehilangan dua hal sekaligus: rasa aman dan arah moral. Konflik berkepanjangan di Gaza, ketidakstabilan politik di dalam negeri, dan memburuknya reputasi internasional membuat sebagian warga terutama generasi muda urban dan sekuler memilih pergi diam-diam. Negara-negara seperti Siprus, Prancis, Jerman, Kanada, dan Amerika kini menjadi tujuan favorit. The Guardian bahkan menyebut bahwa komunitas Yahudi di Eropa “diremajakan kembali oleh kedatangan gelombang baru imigran asal Israel.”

    Di sisi lain, biaya hidup di Israel meroket, ekonomi melemah akibat mobilisasi militer besar-besaran, dan kelelahan sosial meningkat. Orang-orang yang selama ini menjadi pilar ekonomi diantaranya ilmuwan, dokter, pengusaha teknologi mulai pergi satu per satu. Fenomena ini bukan hanya statistik, tetapi drainase moral dan intelektual. Ketika negara kehilangan kelas menengah terdidik, maka ia kehilangan kemampuan untuk merefleksi dan memperbaiki dirinya.

    Ironisnya, pemerintah Netanyahu dan kelompok sayap kanan yang berkuasa justru merespons dengan narasi kaku dan penuh propaganda nasionalis. Mereka mengklaim rakyat harus “tetap tinggal dan berjuang”, padahal banyak warga yang tidak lagi yakin untuk siapa dan untuk apa perjuangan itu. Perang yang tak berkesudahan membuat kehidupan terasa tak tertanggungkan antara panggilan wajib militer, sirene, dan ketidakpastian masa depan.

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    6 COMMENTS

    1. Masya Allah, luar biasa.
      Baru kali ini saya membaca berita tentang Israel dan Palestina yang membuat hati sebegitu lega. Penantian panjang terasa sedikit terobati semoga keadilan, keselamatan, dan masa depan yang layak bagi rakyat Palestina segera terwujud.
      Ingatlah: setiap tindakan punya akibatnya.

    2. Di balik citra negara kuat yg ingin menguasai dunia di situ terdapat Kerapuhan zionis dan Ketidak percayaan pada sang pemimpinnya..Tanah yg di Janjikan sdh tak lagi Menjanjikan bagi perampok

    3. Segala sesuatu yang tak fitrah, tak akan langgeng, karena ia melawan kodrat.

      Tanah yg dijanjikan begitu mempesona bagi para penyembahnya bak ibarat surga nan indah, disulap dengan mengkapitalisasi dan MENGKEBIRI kita suci (taurat dan injil) hingga mengambil yg bukan haknya dengan cara cara licik tak berperikemanusiaan, akhirnya akan lekang, usang dan terbuang, tak relevan dengan jaman.
      Sekali lagi karena tak fitrah.

      Panjang umur palestina

    4. Karena tanah yg bukan miliknya menjadikan mereka warga israel tidak mempunyai keterikatan dan rasa memiliki dgn tanah tersebut. Bebeda dgn rakyat Palestina yang mempunyai keterikatan dan rasa memiliki dgn tanah tersebut, sehingga mereka teguh mempertahankannya. Panjang umur Palestina.

    5. Memang benar ada tanah Nyang di janjikan itu…tapi untuk mereka Nyang dapat memanusiakan manusia yang lain..
      Dan bukan bagi mereka Nyang suka membuat kerusakan…
      .
      .
      #akal_sehat_manaaaaaa????

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here