BANDUNG, KabarKampus – Untuk melakukan monitor dan mengkontrol serangan-serangan di dunia maya, minimal Indonesia harus memiliki tujuh ribu police cyber serta pakar siber. Namun yang terjadi sekarang hanya ada 15 orang police cyber dan seribu orang pakar.
Hal ini disampaikan Yusep Rosmansyah, Direktur Penelitian Cyber Security Center ITB kepada wartawan saat ditemui usai Seminar Indonesia Cyber Crime Summit (ICCS), di Aula Barat Kampus ITB, Jalan Ganeca, Kamis (09/10/2013).
Yusep menjelaskan, jumlah tersebut dilihat dari banyaknya pengguna internet di Indonesia, yang sampai saat ini angkanya hampir mencapai tujuh juta pengguna. “SDM nya memang masih kurang. Pakar saja hanya ada seribu, itupun kalau dikumpulkan dari seluruh pelosok Indonesia,” kata Yusep.
Padahal, lanjut Yusep para pakar dan police cyber ini memiliki peran yang sangat penting, terlebih dengan perkembangan pemanfaatan internet yang ada di Indonesia saat ini. Dia mengibaratkan para pakar dan police cyber sebagai dokter.
“Sebelum terjangkit penyakit yang lebih parah lagi kan kita membutuhkan doker untuk mengobati. Tetapi bagaimana jika kita kekurangan dokter? Dan hal itulah yang terjadi dengan kondisi dunia maya di Indonesia saat ini,” ucapnya.
Kurangnya pakar dan police cyber di Indonesia bukan lantaran kurangnya minat para mahasiswa, tetapi lebih kepada anggaran. Untuk mendanai para mahasiswa dalam bidang tersebut, perlu adanya jaringan beasiswa.
“Sampai sekarang kami sudah membangun jaringan untuk beasiswa dengan beberapa perguruan tinggi di luar negeri, salah satunya Deakin University Australia,” katanya.
Indonesia boleh dikata sangat kekurangan police cyber. Hal tersebut menjadikan tidak adanya monitor dan kontrol serangan siber yang terjadi di Indonesia. [Mega Dwi Anggraeni]
Sayang banget, coba aja polisi cyeber dibuka umum gk cuma dibuka untuku lulusan s1 it, padahal banyak banget tuh teman2 yg pada bisa.