More

    Ahli Psikologi Forensik di Indonesia Masih Terbatas

    Prof. Corine De Ruiter, Ph.D.,Pakar Psikologi Forensik dari Maastrich University di Kampus UGM. Dok. UGM

    YOGYAKARTA, KabarKampus – Indonesia saat ini masih kekurangan tenaga ahli psikologi forensik. Hal tersebut, karena jumlah tenaga psikologi forensik masih sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah kasus yang harus ditangani.

    Ahli Psikologi Forensik ini dibutuhkan dalam persidangan yang menangani kasus kriminal, korupsi dan terorisme. Masukan mereka menjadi pertimbangan para hakim dalam menjatuhkan putusan akhir.

    Seperti yang disampaikan Dra. Reni Kusumowardhani, M.Psi, Psikolog, Ketua Umum Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR), kepada wartawan di sela-sela kegiatan workshop Asesmen Psikologi Forensik Dalam Praktik: Studi Kasus yang diselenggarakan Fakultas Psikologi UGM di Fakultas Psikologi UGM, Selasa (29/01/2019).

    - Advertisement -

    Saat ini, kata Reni, APSIFOR memiliki sebanyak terdapat 300 anggota. Jumlah ini masih sangat terbatas dibandingkan jumlah kasus yang  harus ditangani atas permintaan pihak aparat hukum. Seperti dalam kasus terorisme, pihaknya sudah menangani 200 kasus terorisme.

    “Ada sekitar 200 terduga pelaku teroris yang kami berik rekomendasi,” kata Reni.

    Lanjutnya, rekomendasi itu, memberikan penilaian apakah terduga pelaku terorisme itu, memiliki tingkat radikal yang tinggi atau tidak. Sehingga perlu atau tidak dilakukan deradikalisasi atau memang harus diisolasikan ke lapas,

    Selain kasus teroris, tambah Reni, Mereka juga diminta melakukan analisis psikologi forensik untuk terduga dan tersangka kasus korupsi. Sedikitnya 50-an kasus korupsi yang sudah ditangani sejak 2010 lalu.

    “Sejak kasus AU hingga SN, kami rutin membantu untuk memberikan analisis rekomendasi,” ujarnya.

    Reni menjelaskan, analisis dan rekomendasi dari tim ahli psikologi forensik sebagian sudah menjadi rujukan para hakim dalam menentukan putusan di persidangan. Selain itu, mereka juga banyak banyak memenuhi permintaan bantuan untuk menangani kasus lain, seperti kasus pembunuhan, pencabulan hingga kasus perkosaan.

    Namun kata Reni, keterbatasan jumlah anggota asosiasi masih ada sehingga tidak semua permintaan tersebut bisa terpenuhi. Keterbatasan tenaga psikologi forensik ini disebabkan tidak adanya lembaga pendidikan formal yang khusus mencetak tenaga psikologi forensik, padahal bidang ini memiliki keterampilan tertentu.

    Sementara itu, Prof. Corine De Ruiter, Ph.D., Pakar Psikologi Forensik dari Maastrich University mengatakan, di Belanda, negara asalnya, rekomendasi tim tenaga psikologi forensik menjadi bahan pertimbangan bagi para hakim sebelum menentukan putusan akhir bagi tersangka di persidangan. Setiap terdakwa yang akan dijebloskan ke lapas atau dikirim ke rumah sakit jiwa sangat bergantung dari rekomendasi tim psikologi forensik.

    ”Peran dan rekomendasi para psikologi forensik didengar untuk masukan bagi hakim apalagi pekerjaan mereka ada payung hukumnya,” kata Corine.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here