Ahmad Fauzan Sazli
JAKARTA, KabarKampus – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan pengujian Undang-undang No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang diajukan mahasiswa yang tergabung dalam Komite Nasional Pendidikan (KNP). Penolakan itu dibacakan oleh Hamdan Zoelva, ketua MK di Ruang Sidang Pleno MK, Selasa sore, (29/04/2014).
“Menolak seluruh permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Zoelva membacakan putusan perkara normor 33/PUU-XI/2013.
Zulva mengatakan, praktik komersialiasi yang dikhawatirkan oleh para pemohon tidak akan terjadi selama Pemerintah memiliki kewenangan mengontrol PTN BH.
Hal itu antara lain dengan menentukan standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi seperti dimaksud dalam Pasal 88 Undang-Undang a quo.
Selain itu menurutnya, bentuk PTN BH sebagaimana diatur dalam Undang-Undang a quo dapat dibenarkan karena tidak melepaskan kewajiban dan tanggung jawab konstitusional negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Tanggung jawab itu khususnya hak warga negara untuk memperoleh dan mendapatkan akses terhadap pendidikan.
Selanjutnya Zulva mengatakan, bahwa negara memiliki tanggung untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, namun tidak berarti bahwa negara berkewajiban dan bertanggung jawab untuk membiayai seluruh biaya pendidikan.
“Kewajiban negara untuk membiayai seluruh biaya pendidikan hanya untuk pendidikan dasar sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31 ayat (2) UUD 1945, sedangkan untuk tingkat pendidikan lainnya, di samping dibiayai oleh negara juga dimungkinkan adanya partisipasi masyarakat untuk ikut membiayai pendidikan,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Zulva, keikutsertaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan secara wajar tidaklah bertentangan dengan konstitusi. Demi kualitas dirinya, tiap warganegara juga harus ikut memikul tanggungjawab terhadap dirinya untuk mencapai kualitas yang diinginkan.
“Artinya Negara memiliki tanggungjawab utama sedangkan masyarakat juga ikut serta dalam memikul tanggung jawab itu,” terang Zulva.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Zulva, dalil para pemohon mengenai akuntabilitas dalam penyelenggaraan perguruan tinggi tidak akan efektif karena tidak adanya struktur yang berwenang menjatuhkan sanksi ketika terjadi pelanggaran adalah tidak tepat.
“Dengan demikian dalil permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tandas Zulva.[]