Mega Dwi Anggraeni

BANDUNG, KabarKampus – Program S2 yang diikuti para koruptor tahanan Lapas Sukamiskin Bandung dinilai tidak tepat sasaran. Hal ini karena masih banyak narapidana yang lebih membutuhkan pendidikan dari pada para koruptor.
Bagi Ahmad Taufik Aljufri, calon Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pendidikan S2 bagi para koruptor merupakan masalah besar.
“Saya pikir, seharusnya narapidana-narapidana kecil yang mendapat pendidikan. Apalagi saat ini semuanya dituntut untuk memiliki ijasah. Jika para narapidana kecil ini yang mendapat pendidikan, paling tidak setelah lulus nanti mereka memiliki bukti kelulusan,” kata wartawan senior Tempo ini saat orasi ilmiah di Student Center Kampus Unisba, Jalan Tamansari, Bandung, Selasa (09/12/2014).
Ahmad Taufik menuturkan, seharusnya para pelaku korupsi diberi hukuman yang membuat efek jera. Salah satu contohnya adalah dengan memberikan pekerjaan-pekerjaan sosial di masyarakat.
“Kita kan bisa lihat, apa permasalahan besar di Kota Bandung. Misalkan, sampah. Maka suruhlah Rudy Rubiandini untuk menjadi tukang angkut sampah, sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Atau suruh saja para pelaku korupsi itu membersihkan saluran air, dan lainnya,” ujar Ate.
Solusi lain yang diberikan Ate adalah uang untuk program S2 para pelaku korupsi tersebut disumbangkan untuk menyekolahkan narapidana lain yang lebih membutuhkan. Apalagi, dana untuk program S2 itu tidak kecil.
“Para pelaku korupsi ini kan bisa ikut S2 juga karena mereka mampu untuk membayar uang sekian puluh juta. Lebih baik, uang tersebut disumbangkan agar napi lainnya bisa menyelesaikan pendidikan yang mungkin terputus,” imbuhnya.
Berdasarkan data terakhir yang diperoleh dari Kanwil Jawa Barat di situs http://smslap.ditjenpas.go.id jumlah penghuni Lapas Sukamiskin saat ini ada 478 orang, terdiri dari tahanan dan napi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 23 orang narapidana yang terseret kasus korupsi mengikuti program S2 Hukum sejak akhir November lalu. Para koruptor seperti Nazarudin, Luthfi Hasan Ishak, Ahmad Fathanah, Rubi Rubiandini, Dedi Kusdinar, Hotasi Nababan, Adrian Woworuntu, Nursetiadi Pamungkas, Agusrin mengikuti kelas yang merupakan program MoU antara Lapas Kelas I Sukamiskin dengan Universitas Pasundan Bandung tersebut.[]