BANDUNG, KabarKampus – Koalisi Untuk Revolusi Kebijakan Agraria (KurKA) yang terdiri dari sejumlah organisasi seperti Walhi Jabar, LBH Bandung, Forum Pemuda Pelajar Mahasiswa Garut, dan sebagainya telah melakukan observasi lapangan dan kajian mengenai penyebab terjadi banjir bandang di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dari observasi di lapangan tersebut, mereka menilai dari hulu sampai hilir DAS sungai Cimanuk bermasalah dan menjadi penyebab banjir bandang di Kabupaten Garut.
Kawasan Hulu
Berdasarkan catatan KuRKA, Kota Garut dihimpit oleh Gunung yang berada di sekelilingnya. Diantaranya adalah Gunung Cikuray, Gunung Mandala Giri, Gunung Papandayan, Gunung Kendeng, Darajat, serta Gunung Guntur. Hulu utama Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk berada di kaki Gunung Mandala Giri. Sementara air Sungai Cimanuk berasal dari anak-anak Sungai Cimanuk yang berasal dari gunung-gunung tersebut.
Lima gunung tersebut merupakan kawasan lindung berupa hutan konservasi dan hutan lindung. Kesemuanya diikuasai oleh Perum Perhutani dan Hutan Konservasi yang dikelola oleh BKSDA Unit II di bawah Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Gunung Papandayan yang menjadi hulu utama Sungai Ciparugpug dan Sungai Cibeurum ini mengalami kerusakan yang cukup tinggi. Terdapat longsoran-longsoran di daerah sungai dan terdapat perubahan bentang kawasan.
Salah satunya disebabkan oleh perubahan fungsi yang tadinya kawasan lindung menjadi kawasan pertanian dengan pola PHBM yang menyumbang banyak kerusakan. Selain itu adanya kegiatan perusakan PT AIL yang melakukan pengerukan di kawasan wisata alam.
Selanjutnya, kawasan Darajat yang memiliki kawasan lindung mencapai 2.700 hektar juga mengalami rusak parah hinga kawasan puncak Cae yang menjadi hulu dari sungai Cikamiri. Kerusakan ini disebabkan alih fungsi kawasan lindung menjadi kawasan pertanian dengan pola PHBM dan wisata alam serta tambang geothermal yang dilakukan PT Chevron.
Begitu juga dengan kawasan Gunung Cikuray. Kawasan hutan lindung ini juga telah berubah fungsi menjadi lahan pertanian dengan pola PHBM dan juga usaha di bidang pertanian holtikutura dengan pola PHBM.
Kawasan Kota
Selain kawasan hulu, KurKa juga menilai buruknya tata ruang kaawasan kota Kabupaten Garut menjadi penyebab dari rusaknya Sungai Cimanuk dan menjadi penyebab banjir hebat yang menelan korban jiwa pada 21 Sepertember 2016 lalu. Mereka melihat air sungap meluap bukan hanya terjadi karena sendimentasi dan pendangkaan Sungai Cimanuk di kawasan kota. Namun juga terdapat pemukinam yang langsung berdampingan dengan DAS Cimanuk.
Tidak hanya perumahan penduduk, namun juga mall, hotel, bahkan rumah sakit umum. Padahal berdasarkan undang-undang sungai, daerah bantaran sungai, kanan dan kirinya harus seteril 10 hingga 15 meter dan tidak boleh untuk mendirikan bangunan. Penyempitan badan dan sempadan sungai tersebut juaga menjadi salah satu penyebab air sungai meluap.
Kawasan Hilir – Bendung Copong
Kemudian KurKa juga menemukan kejanggalan pada Bendung Copong. Dalam observasi mereka, Bendung copong memiliki ketinggian yang lebih tinggi dari rumah di kampung warga sekitarnya, yaitu 722 Mdpl. Sementara di kampung Cimacan yang merupakan kawasan paling parah terkan banjir bandang hanya 713 Mdpl. Kemudian pada saat banjir air yang meluap dari bendung copong mencapai 726 Mdpl.
Hal ini membuktikan laju air dari hulu tertahan di Bendung Copong. Sehingga mengakibatkan daerah lain yang lebih rendah diterjang banjir.
Bagi KurKa banjir yang menyebabkan korban jiwa dan harta di Kabupaten Garut terjadi karena salah urus wilayah dan kelalaian negara. Ditambah dengan tidak adanya sistem mitigasi bencana yang baik di Kabupaten Garut, sehingga tidak mampu mengantisipasi banjir yang terjadi.
Oleh karena itu Kurka meminta pemerintah melakukan evalasi tata ruang di wilayah Kabupaten Garut terutama perkotaan. Termasuk melakukan evaluasi terhadap masifnya pembangunan perumahan, ruko, mall dan persawahan yang menjadi bangunan beton. Kemudian mereka juga meminta dilakukan penyelidikan tidak hanya di hulu sungai namun juga di Bendung Copong.[]