IMAN HERDIANA
BANDUNG, KabarKampus-Di masa Pemerintahan Jokowi, kekerasan aparat dan kriminalisasi rakyat masih terjadi. Penggusuran atas nama pembangunan demi kepentingan umum terus dilakukan dengan pendekatan represif.
Kasus terbaru menimpa warga Desa Sukamulya, Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Pada hari Kamis (17/11/2016) lalu, warga desa terlibat bentrok dengan 1.200 personel aparat gabungan TNI, POLRI dan Satpol PP yang hendak melakukan pengukuran tanah untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB).
Desa Sukamulya menjadi benteng penolakan terakhir, setelah 10 desa lainnya mengalami penggusuran, untuk pembangunan bandara. Penolakan warga disikapi aparat gabungan dengan tembakan gas air mata, pemadaman listrik, sweeping.
Tidak hanya itu, aparat pun mendirikan tenda di tengah-tengah pemukiman. Hal ini menciptakan teror bagi warga.
Proses pengukuran yang berakhir ricuh itu berujung pada penangkapan enam orang petani dan belasan warga lainnya luka-luka, serta menyisakan ketakutan dan trauma bagi warga, terutama perempuan dan anak-anak.
Dewi Kartika, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agaria (KPA) menyatakan bahwa, peristiwa 17 November di Desa Sukamulya sebagai bentuk penistaan tehadap kemanusiaan, khususnya petani.
“Menunjukkan bahwa Gubernur dan Kapolda Jabar telah “gelap-mata” demi mensukseskan proyek BIJB,” kata Dewi Kartika melalui siaran pers yang diterima KabarKampus, Senin (21/11/2016).
Pemerintah melalui aparaturnya, kata dia, secara sewenang-wenang telah terjadi pelenyapan desa-desa yang menjadi obyek penetapan lokasi bandara. Meski BIJB ditetapkan segabai proyek strategis nasional, namun pelaksanaan proyek dinilai tidak konsisten dengan janji politik Presiden Jokowi.
“Presiden dan jajarannya haruslah selaras dan konsisten dengan janji politiknya serta agenda prioritas nasional untuk menjalankan Reforma Agraria, yakni melindungi dan memperkuat hak-hak petani melalui redistribusi sembilan juta hektar tanah serta menyelesaikan konflik agraria secara berkeadilan,” katanya.
Ia menilai, ada pelanggaran prosedur dan tahapan dalam pembangunan BIJB. Hal ini terjadi karena lemahnya sosialisasi dan musyawarah mengenai rencana pembangunan bandara di Kertajati oleh pemerintah provinsi, kabupaten dan pihak PT. BIJB kepada warga Sukamulya.
Dewi Kartika menegaskan, Pelanggaran prosedur tersebut melanggar UU No.2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Terkait peristiwa Sukamulya, Konsorsium Nasional Pembaruan Agraria telah melayangkan Surat Protes kepada Presiden Jokowi. Presiden diminta segera menghentikan tindakan represif dan kriminalisasi terhadap petani Desa Sukamulya.
Presiden juga diminta menghentikan pengukuran tanah secara paksa, dan memerintahkan penarikan aparat keamanan dari lokasi kejadian serta membebaskan petani yang masih ditahan.[]
Tdk bisa di pungkiri pemerintah memang sangat pandai berbicara dalam menanggapi berbagai permasalaha di bidang pertanian tanpa mereka tau seperti apa dan bagai mana permasalahan yg di alamai oleh seorang petani. Sy selaku mahasiswa jurusan keguruan yg sekarang beralih ke pertanian sudah tau seperti apa masalah yg di hadapi oleh para petani. Terutama pada harga pupuk dan pestisida yg setiap tahun nya makin melonjak di banding harga tanaman palawija yg di produksi oleh petani… yg kami butuh kan bukan sekedar bicara tapi silahkan terjun langsung ke lapangan… Salam Petani Mudah