BANDUNG, KabarKampus – Telkom University menskorsing seorang mahasiswanya bernama Lazuardi Adnan Fariz, mahasiswa Teknik Informatika Tel-U. Pihak kampus menganggap mahasiswa angkatan 2013 tersebut telah memimpin dan melakukan unjuk rasa dengan melakukan ujaran kebencian terhadap unsur pimpinan Tel-U.
Tidak hanya itu, dalam SK yang dikeluarkan Prof. Ir Mochamad Ashari, Rektor Tel-U pada 20 Febuari 2017, Fariz juga dianggap memutarbalikkan fakta dan menyebarkan tuduhan tidak benar yang merusak citra baik Tel-U. Selain itu ia juga dianggap mengkoordinir kegiatan rapat dengan tujuan melawan kebijakan pimpinan Tel-U dengan mengajar serta unsur luar Tel-U.
Untuk itu Rektor memutuskan menskorsing Fariz selama satu triwulan pada semester genap tahun akademik 2016/2017. Mulai dari tanggal 16 Januari – 15 Maret 2017. Dengan adanya skrosing tersebut Fariz dilarang melakukan aktivitas akademik dan kemahasiswaan serta tidak berhak atas segala bentuk penghargaan di lingkuangan Tel-U.
Saat dihubungi KabarKampus, Fariz mengaku, tuduhan Rektor kepada dirinya tidak ada yang benar. Pertama, kata Fariz, dia tidak pernah menyebarkan hal-hal yang merusak citra kampus Tel-U.
“Itu yang ada di timeline saya (Media sosial) adalah hasil diskusi mengenai masalah literasi di kampus dan itu adalah hasil diskusi, bukan saya yang buat,” kata Fariz.
Selanjutnya mengenai tuduhan telah memimpin aksi dengan amarah, menurut Fariz aksi tersebut bukan dipimpin dirinya, namun mahasiswa yang lain. Namun sebagai peserta aksi, itu memang benar. Mereka memang mengkritik Rektorat terkait masalah kebebasan berekspresi dan literasi di kampus.
“Kami juga ketika itu ingin Rektorat transfaran terkait kenaikan KTM,” ungkap Fariz.
Kemudian mengenai tuduhan memimpin rapat untuk melawan pimpinan kampus juga dianggap Fariz tidak benar. Karena menurut Fariz, ketika itu mereka bersama sejumlah mahasiswa dan komunitas mendiskusikan masalah literasi dan kebebasan berekspresi di banyak kampus yang terbelenggu. Salah satunya adalah masalah di Kampus Tel-U.
“Ini yang menginisiasi komunitas literasi di Bandung. Kami ketika membahas masalah literasi di Kota Bandung termasuk kasus Perpustakaan Apresiasi yang ada di Telkom University. Dalam kasus tersebut Warek IV mengambil buku kiri terbitan Tempo,” kata Fariz.
Oleh karena itu menurut Fariz, dia enggan meminta maaf kepada pihak kampus. Selain itu baginya, kampus memang seharusnya menjadi ruang sebebas-bebasnya untuk mengeluarkan pendapat.
“Kalau mahasiswa dilarang aksi di kampus, itu namanya bukan kampus. Karena sudah seharusnya kampus menjadi tempat berpendapat dan berekspresi,” tambah Fariz.
Selain Fariz ada dua lagi mahasiswa Tel-U yang diskorsing pihak kampus. Mereka adalah Sinatrian Lintang Raharjo dan Fidocia Wima Adityawarman yang merupakan pegiat Perpustakaan Literasi Tel U.[]