Ilmu astronomi menjadi salah satu jurusan di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang jumlah peminatnya paling sedikit. Namun ada berkah besar di balik sepi peminat astronomi.
“Lulusan Astronomi ITB sampai sekarang paling sedikit. Pertahun 30-an paling. Karena kapasitasnya juga (terbatas),” kata Mahasena Putra, Kepala Observatorium Bosscha ITB, kepada KabarKampus, baru-baru ini.
Meski jumlah lulusannya sedikit, ia berani mengklaim bahwa ilmu astronomi ITB menjadi jurusan yang paling dikenal oleh publik. Sebabnya, ilmuwan atau peneliti astronomi paling sering didatangi jurnalis atau reporter yang meliput fenomena alam.
“Kita itu secara alami sering didatangi dan ditanya media massa. Jadi berita tentang kita itu sering ada,” kata dosen kelahiran Jawa Tengah tahun 1965 ini.
“Astronomi sering didatangi reporter, ditulis. Jadi orang ITB sudah biasa, urusan media ya astronomi,” tembahnya sembari tersenyum.
Bukti astronomi sering didatangi media massa misalnya dalam penentuan awal Ramadan maupun lebaran. Para astronom banyak yang diminta meneropong kemunculan hilal atau petanda awal bulan komariah.
Apalagi setiap menjelang Ramadan, Observatorium Bosscha selalu menjadi tempat pengamatan hilal yang hasilnya untuk penelitian maupun diserahkan ke Kementerian Agama sebagai masukan sidang isbat.
Sehingga, peran ilmu astronomi sangat besar. “Dan itu berkah bagi kami,” ujar lulusan Astromomi ITB tahun 1984 ini.
Selain itu, ia menyebutkan astronomi juga menjadi pintu gerbang mengenal sains dan teknologi bagi generasi muda khususnya anak-anak. Terlebih ilmu eksak selama ini menjadi momok menakutkan.
“Jadi astronomi itu sering jadi pintu masuk anak-anak untuk mempelajari alam semesta. Mereka akan tanya langit itu apa, tertarik pada gambar-gambar benda luar angkasa. Kalau mereka tertarik, mau tidak mau mereka akan masuk ke fisika, matematika, jadi pintu masuk untuk sains. Pertanyaan-pertanyaan ilmu alam biasanya masuk lewat astronomi dulu,” ungkapnya.
Tingginya rasa penasaran generasi muda dapat dilihat dari data kunjungan Observatorium Bosscha yang mencapai 60 ribu pertahun. Dari jumlah itu, kebanyakan generasi muda atau anak-anak.
Fungsi Bosscha yang dikelola para astronom ITB pun bukan hanya sebagai laboratorium penelitian astronomi, melainkan sebagai pusat pendidikan sains kepada masyarakat.
Banyak pengunjung yang tertarik pada benda-benda langit yang kemudian bisa diarahkan untuk mendalami sains dan ilmu pasti.
Ia pun menghitung, jika dari 60 ribu pengunjung sebanyak 1 persen saja yang tertarik belajar sains, maka sudah ada 600 orang pertahunnya. Kemudian dari 600 orang itu satu persen saja yang serius jadi saintis, maka akan ada 100 orang saintis.
“Analisanya kan begitu, negara maju bisa dilihat dari seberapa banyak jumlah saintisnya,” ungkap dosen yang mendalami ilmu fisika bintang lulusan S2 dan S3 Jepang ini. []