Sebuah laporan terbaru mengungkap adanya ritual perpeloncoan yang mengejutkan di salah satu universitas tertua di Australia. Dalam laporan tersebut menemukan adanya penyiksaan, dan diskriminasi gender yang terjadi di asrama.
Laporan yang ditulis dalam buku setebal 200 halaman tersebut dirilis pada hari Senin (26/02/2018). Dalam laporan tersebut, perpeloncoan dilakukan oleh sekelompok mahasiswa senior kepada mahasiswa di tahun pertama dengan tujuan “seksual dan sadis”.
Beberapa ritual diduga melibatkan sejumlah mahasiswa laki-laki di asrama kampus di University of Sydney. Mereka melakukan masturbasi ke dalam botol sampo milik mahasiswi dan sengaja buang air besar di lorong asrama.
Laporan tersebut diberi nama ‘The Red Zone’. Laporan yang dibuat mengacu pada Orientation Week, atau pekan orientasi di saat mahasiswa tingkat pertama rentan terhadap serangan seksual, perpeloncoan dan konsumsi alkohol yang berlebihan.
Nina Funnell, salah satu penulis laporan mengatakan, ritual perpeloncoan tidak hanya bagi mahasiwa yang tinggal di asrama, tapi juga reputasi University of Sydney. Meskipun ada banyak upaya selama bertahun-tahun untuk menghentikan pelecehan selama periode ini, aktivitas penyerangan seksual dan perpeloncoan terus berlanjut.
“Dalam beberapa tahun terakhir, siswa dan orang tua telah menduga perepeloncoan telah membahayakan, bahkan menyebabkan bunuh diri,” kata Nina dalam program ABC TV.
Pengakuan Korban Perpeloncoan
Salah satu korban perpeloncoan tersebut adalah Gabbie Lynch, mahasiswi Bachelor of Arts di Sydney University. Ia tinggal di asrama St John’s College pada tahun 2016 dan 2017.
Perempuan berusia 21 tahun asal Newcastle ini mengatakan, sangat antusias untuk masuk ke universitas paling bergengsi di Australia. Tapi dia merasa takut dengan ritual perpeloncoan dan minum alkohol berlebihan, selama Pekan Orientasi.
“Pekan yang gila dengan berpesta, minum-minum, dan ritual serta tradisi ini sudah ada di asrama selama 100 tahun,” katanya.
Selain itu, menurutnya, mahasiswa tingkat pertama, atau “freshers” juga dipaksa duduk di lantai kotor selama berjam-jam sambil diteriaki oleh mahasiswa senior. Mereka juga dipaksa menegak alkohol.
“Mereka mengatakan kita adalah orang terendah di asrama dan tidak pantas berada di sana, karenanya kita harus buktikan diri,” katanya.
Selama Pekan Orientasi Gabbie mengatakan pernah terbangun pada dini hari karena kebanyakan minum alkohol. Sebelumnya ia melihat ada tiga orang pria di kamarnya.
Gabbie mengatakan, saat ia mengadu ke pihak asrama, ia malah diberitahu harus “bersyukur” karena mendapat salah satu kamar yang lebih baik di asrama.
“Saya merasa dikhianti. Bukan salah saya jika pria-pria ini ada di kamar saya. Saya merasa tak aman.”
Menyaksikan Mahasiswa Berteriak dan Menangis
Pada tahun 2016, Gabbie terlibat dalam ritual yang melibatkan lebih dari 100 mahasiswa baru. Mereka dipaksa masuk ke ruangan yang gelap dan tubuh mereka dilempari bangkai ikan.
“Saya tidak percaya ini terjadi, saya sangat ingin keluar,” kata Gabbie.
Selain itu menurutnya, ia merasa sesak karena wajah saya dibenamkan ke ketiak orang lain dan kursi. Di sana para mahasiswa berteriak dan menangis, terutama mahasiswa perempuan.
“Anda bisa mendengar mereka menangis, lalu akhirnya mereka membiarkan kami keluar,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Gabbie mengatakan ada diskriminasi terhadap perempuan di St John’s College. Mahasiswa pria berlari-lari telanjang dan sengaja buang air besar di lorong asrama.
Ritual lain, dikenal dengan nama ‘Green Goblin’. Ritual ini melibatkan sekelompok mahasiswa pria yang dibuat mabuk, dilucuti bajunya, tubuhnya kemudian dicat hijau, dan mereka disuruh lari. Beberapa ‘Green Goblin’ menendang pintu milik mahasiswi pada tahun 2016.
“Green Goblin ini menendang ke bawah pintu dan memukul wajah perempuan hingga melukainya. Ia harus dibawa ke rumah sakit untuk dijahit, saya melihat luka dan jahitannya,” tambahnya.
Setelah ia dinyatakan mengalami kegelisahan dan menderita depresi, Gabby pun diminta keluar asrama pada akhir tahun.
Masalah Sistemik
Nina, sebagai penulis laporan mengatakan telah berbicara dengan puluhan siswa. Banyak di antaranya terlalu takut untuk diidentifikasi.
Ia juga mengatakan beberapa mahasiswa berani mengungkapkan ritual yang menjijikkan di asrama St Andrew’s College.
“Salah satu ritual yang paling mengganggu adalah mahasiswa pria yang melakukan masturbasi dan mengeluarkannya ke botol sampo dan hair conditioner. Para mahasiswi tidak sadar mencuci rambut mereka dengan air mani,” kata Nina.
Nina mengatakan insiden seperti ini sudah terjadi di berbagai instansi di penjuru Australia. Menurutnya tempat-tempat ini tidak bisa dipercaya mampu mengatur budaya dan aturannya sendiri, sampai ada campur tangan pihak luar.
“Ini adalah masalah sistemik yang memerlukan respons sistemik”.
Sumber : Australiaplus