More

    Gerakan Masyarakat Sipil Transnasional

         2. Politik Perseteruan dan Gerakan Sosial

    Selama ini politik lebih dikenali dalam bentuk-bentuk formal (resmi) daripada informal/non-formal (tidak resmi)[8], biasanya melibatkan sedikit, jika ada, pertentangan kolektif. Politik terjadi dalam hubungan sosial internal partai, biro, faksi, persatuan, komunitas, atau kelompok kepentingan dan tidak melibatkan perjuangan publik kolektif apapun. Politik perseteruan, kasarnya, didefinisikan mengacu pada perjuangan politik kolektif yang bersifat episodik[9] dan bukan kontinyu[10], terjadi di depan publik[11], melibatkan interaksi antara pembuat klaim dan yang lain, diakui oleh yang lain sebagai bantalan kepentingan, dan membawa pemerintah sebagai mediator, target, atau penggugat (claimant) (Tilly, Tarrow, & McAdam, 2004: 5). Politik perseteruan terdapat dua varian yaitu “contained[12] dan “transgresif”[13], sedangkan bentuk-bentuknya adalah gerakan sosial, revolusi, gelombang pemogokan, nasionalisme, demokratisasi, dan banyak lagi, dengan hasil dari mekanisme dan proses yang serupa. Dipelajari dengan membandingkan ketimbang analisis masing-masing, mengeksplorasi beberapa kombinasi mekanisme dan proses dengan tujuan menemukan rangkaian kausal berulang dari politik perseteruan (Tilly, Tarrow, & McAdam, 2004: 4).

         3. Struktur Hegemoni Dunia dan Kontra-Hegemoni

    - Advertisement -

    Kontribusi Robert W. Cox untuk teori Hubungan Internasional menempatkan disiplin dalam kerangka transformasional. Membangun ide-ide Gramsci dan berbagai sumber lain secara eklektik, teorinya melampaui kerangka neorealis yang berpusat pada negara dan memunculkan hubungan antara kondisi material, ide, dan institusi dalam pembentukan ‘tatanan dunia’. Orang-orang mengorganisasikan diri dalam lingkup produksi menentukan kehidupan mereka sendiri juga kehidupan negara dan tatanan dunia. Cox menyangkal dan melampaui tesis basis dan suprastruktur Marxisme: perubahan dapat datang dari salah satu bidang (kondisi materi, gagasan, dan lembaga). Cox mengidentifikasi penciptaan masyarakat sipil yang dinamis, munculnya intelektual organik, pengembangan solidaritas tingkat masyarakat, demokrasi partisipatif, metode non-kekerasan resolusi konflik, pluralisme dan multilateralisme sebagai elemen kunci agenda transformasionalnya (John S. Moolakkattu , 2009).

    Kekuatan hegemoni diraih ketika relasi antara yang memerintah dan yang diperintah berjalan dalam relasi kompromistis dan konsensual. Kelompok subordinat menerima dengan sadar dominasi para hegemon, menerima ide dan nilai utama para hegemon sebagai nilai dan ide mereka sendiri (Cox 1993, 61). Dalam kontra-hegemoni, strategi politik war of movement sebagai revolusi fisik dengan mengimplementasikan penaklukan cepat dan akurat atas negara. Strategi war of position menekankan gerakan counter-hegemonic untuk memenangkan pertarungan pada wilayah masyarakat sipil sebelum melancarkan serangan frontal kepada negara. War of movement sebelum memenangkan war of position berujung pada kegagalan. Memenangkan war of position memerlukan penaklukan atas masyarakat sipil (civil society), dan memenangkan dominasi atas civil society yang membutuhkan gerakan untuk mengubah common sense masyarakat dari melindungi hegemoni menjadi mendukung gerakan counter-hegemony (Cox 1993, 53).

    Menurut Cox strategi tersebut revolusioner, sulit, dan membutuhkan waktu sangat panjang (Cox 1999, 5). Strategi mengonsolidasikan kekuatan dalam kelompok harus mengambil peran dalam sistem fortress and earthworks, mendukung gerakan counter-hegemony dengan membangun aliansi dengan semua gerakan sosial sehingga menumbuhkan motivasi untuk mengubah relasi antar masyarakat sipil. Upaya-upaya dapat diraih dengan berbagai syarat yang disebut organic crisis. Cox menyarankan bahwa solidaritas transnasional dapat menjadi strategi yang membantu untuk tugas itu. Dengan cara itu, upaya-upaya untuk mengkooptasi gerakan di salah satu negara dapat diatasi dengan pengaruh gerakan di semua negara lain untuk menolaknya. Ini adalah masalah membangun kekuatan politik (Ana Saggioro Garcia dan Miguel Borba de Sá, 2013).

    Bottom-up civil society merupakan reaksi dialektis melawan kekuatan hegemonik dengan mengikis eksistensi top-down civil society yang sengaja dan terstruktur dibentuk kekuatan hegemonik dalam melindungi dan mempertahankan status-quo (Cox 1999). Cox mendefinisikan gerakan sebagai proses dari bottom-up civil society dipimpin strata masyarakat terabaikan dalam tatanan kapitalis dengan membangun gerakan counter-hegemony yang beraspirasi mendapatkan dukungan masyarakat dalam mengganti tatanan hegemonik (Cox 1993). Perlawanan langsung terhadap globalisasi neoliberal dengan menolak proposisi dan prakteknya, sekaligus memenangkan war of position melawan hegemoni top-down civil society dalam globalisasi neoliberal yang dirancang untuk menguntungkan tatanan hegemonik.

    Winner Agung Pribadi (2008) dalam Sumbangan Perspektif Gramscian dalam Memahami Gerakan Globalisasi Alternatif, menyebutkan bahwa sejarah kemunculan top-down civil society dapat dilihat dari perkembangan NGOs sejak pada awal pasca Perang Dingin di bawah bendera “Agenda Kebijakan Baru” (New Policy Agenda). Pertama, implementasi ekonomi neoliberal seperti privatisasi dan, pasar bebas, dan deregulasi ekonomi; kedua, penyebarluasan demokrasi (Edward dan Hume 1996, 961). Hegemoni dan kontra-hegemoni singkatnya: ‘persetujuan’ dan ‘perlawanan’ (Cox 1983).

         4. Metode Analisis Sinkretis[14] dan Eklektik[15]

    Metode analisis dalam penulisan ini adalah mempertemukan pemikiran-pemeikiran Cox dan Colas dengan Tilly, Tarrow, dan McAdam. Salah satu hambatan yang tidak perlu dalam memahami realitas sosial yang aktual bahkan potensial diantaranya adalah persoalan metodologi. Untuk itu, jika dibutuhkan untuk memahami setiap realitas secara utuh, maka kita dapat menggunakan pendekatan sinkretis dan eklektik. Tilly, Tarrow, dan McAdam (2004: xvi) menyatakan bahwa politik perseteruan dapat didiskusikan secara strukturalis, kulturalis, atau rasionalis. Pandangan sinkretik yang “relasional” untuk mengakui kontribusi penting rasionalis, kulturalis, dan strukturalis; sebab politik perseteruan banyak mendapat manfaat dari perhatian sistematis terhadap interaksi di antara para aktor, institusi, dan aliran politik. Untuk mengeksplorasi berbagai area perseteruan menggunakan analisis komparatif atas mekanisme dan proses (Tilly, Tarrow, dan McAdam, 2004: xvii).

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here