Oleh: Abdul Ali*

Boikot produk Israel, khususnya kurma, bukan sekadar tindakan ekonomi tetapi juga gerakan moral yang berakar pada perlawanan terhadap pendudukan ilegal Israel di Palestina. Gerakan ini berangkat dari realitas pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis, seperti pembangunan permukiman ilegal, perampasan lahan, dan diskriminasi terhadap warga Palestina.
Tulisan ini mengkaji filosofi boikot sebagai bentuk perlawanan non-kekerasan, dampaknya terhadap ekonomi Israel, serta berbagai kontroversi dan solusi alternatif yang ditawarkan dalam konteks perdagangan kurma global.
1. Konteks Historis dan Politik
a. Pendudukan Israel di Palestina
Sejak 1967, Israel telah menduduki wilayah Palestina, termasuk Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza. Pembangunan permukiman Yahudi di wilayah ini melanggar hukum internasional, termasuk Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 2334 (2016), yang menegaskan bahwa permukiman tersebut ilegal dan menjadi penghambat perdamaian. Saat ini, lebih dari 700.000 pemukim Yahudi tinggal di 150 permukiman ilegal di Tepi Barat (Amnesty International, 2022).
b. Lahirnya Gerakan BDS
Gerakan Boycott, Divestment, and Sanctions (BDS) diluncurkan pada 2005 oleh lebih dari 170 organisasi masyarakat sipil Palestina. Gerakan ini meniru keberhasilan boikot terhadap apartheid di Afrika Selatan, dengan tiga tuntutan utama:
– Mengakhiri pendudukan Israel di seluruh wilayah Palestina.
– Mengakui hak yang setara bagi warga Palestina di Israel.
– Menghormati hak pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah mereka (BDS Movement, 2023).
2. Kurma Israel: Simbol Eksploitasi Ekonomi
a. Industri Kurma dan Permukiman Ilegal
Israel adalah pengekspor kurma terbesar kedua di dunia setelah Tunisia, dengan sekitar 60% produksinya berasal dari Lembah Yordania di Tepi Barat (Who Profits, 2023). Perusahaan seperti Hadiklaim dan Mehadrin menguasai sekitar 70% pasar kurma global, meskipun perkebunan mereka berada di permukiman ilegal seperti Kalia dan Tomer (Al-Haq, 2021).
b. Eksploitasi Tenaga Kerja Palestina
Para pekerja Palestina di perkebunan kurma Israel menerima upah 40% lebih rendah daripada pekerja Israel dan bekerja tanpa perlindungan sosial atau jaminan kesehatan. Mereka juga harus mendapatkan izin khusus dari militer Israel, yang membatasi mobilitas dan hak berserikat mereka (Human Rights Watch, 2022).
c. Greenwashing Industri Kurma Israel
Israel menggunakan strategi greenwashing dengan memasarkan kurma sebagai “produk perdamaian” melalui kampanye seperti Dates from the Land of Milk and Honey. Namun, narasi ini menutupi fakta bahwa kurma tersebut diproduksi di tanah Palestina yang dirampas (Electronic Intifada, 2020).
3. Filosofi Boikot: Antara Etika dan Perlawanan
Bersambung ke halaman selanjutnya –>
Keep boykot.. 15r43L musuh kemanusiaan..
Tindakan boycott ini amat sederhana, tidak perlu banyak alasan untuk melakukan tindakan ini. Cukup kau ingat yang kau beli itu akan berubah jadi mesin pembunuh masal bagi Saudara-saudara mu yang ada di Palestina.
Jangan pernah berhenti tuk Boikot apapun jenis produknya
Teruslah kampanyekan boikot produk Israel, di mana pun dan kepada siapa pun.