Kehadiran nyamuk di sekeliling kita memang sangat mengganggu. Karena nyamuk tidak hanya mengakibatkan gatal dan bentol pada kulit, namun juga pada siang hari bisa mengakibatkan demam berdarah.
Untuk menghindari gigitan dan mengusir nyamuk, banyak orang berfikir untuk menggunakan obat nyamuk. Bahkan beberapa orang masih bergantung dengan penggunaan obat nyamuk baik dalam bentuk semprot, bakar, dan elektrik.
Namun seberapa amankah penggunaan obat nyamuk bagi manusia?
Dr.rer.nat. Budiawan, ahli toksikologi kimia FMIPA UI menjelaskan, obat anti nyamuk terbuat dari bahan kimia sintetik yang mengandung organofosfat dan karbamat. Kandungan ini termasuk dalam golongan pestisida.
Kedua bahan kimia tersebut bisa menghambat kerja enzim acetylcholinesterase (AChE), yaitu enzim yang berkerja pada sistem sawar otak. Selain itu juga dapat memicu transfer sinyal (neurotransmitter) pada saraf manusia.
“Jadi jika kita merasa pusing, mual, setelah mencium obat anti nyamuk, itu tandanya kita sudah keracunan,” Papar Budiawan di laman UI.
Selain bahan kimia organofosfat dan karbamat, kebanyakan obat anti nyamuk yang beredar saat ini mengandung bahan kimia aktif golongan pyrethroid, diantaranya allethrin, bioallethrin dan transflutrin. Selain itu beberapa obat anti nyamuk yang beredar di pasaran, ada penambahan S2 (octachloro dipropyl ether).
Menurutnya, S2 menyebabkan obat anti nyamuk lebih ampuh membunuh segala nyamuk dan serangga lainnya, sepert kecoa, lalat, semut. Sehingga jika dimasukan S2 akan lebih berbahaya bagi manusia, karena jika dibakar, bahan tersebut dapat menghasilkan BCME (bischloromethyl ether) yang berisiko memicu kanker paru-paru.
“Tentu semua bahan insektisida pada prinsipnya sangat berbahaya. Apalagi jika digunakan secara tidak proporsional,”jelas Budiawan.[]