BANDUNG, KabarKampus – Mahasiswa menjadi pihak yang rentan mengalami gangguan kejiwaan berupa depresi hingga bepikir atau mencoba bunuh diri. Penyebabnya beragam, mulai faktor keluarga akademik, pertemanan, atau permasalahan yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
Indikasi potensi bunuh diri di kalangan mahasiswa itu terekam dalam penelitian yang dilakukan dokter spesialis kejiwaan Rumah Sakit Melinda, Bandung. Elvine Gunawan, dr SpKJ, salah seorang peneliti, menyatakan penelitian dilakukan 2019 di sebuah perguruan tinggi di Bandung.
Penelitian menggunakan sampel sebanyak 441 mahasiswa. Hasilnya, 24 orang pernah mencoba atau masih berpikir untuk melakukan bunuh diri. “Penelitian dilakukan di semester 1 pada salah satu perguruan tinggi,” kata Elvine Gunawan, di sela acara “Pelatihan Pertolongan Pertama untuk Mempertahankan Kesehatan Mental dan Pencegahan Bunuh Diri” di RS Melinda, Bandung, Sabtu (7/11/2019).
Data tersebut didukung dengan tingginya kunjungan ke klinik psikiatri RS Melinda yang mencapai 741 orang perbulannya, atau rata-rata 30 orang perharinya. Kondisi mahasiswa yang melakukan konseling beragam, dari yang ringan sampai depresi hingga sudah melakukan percobaan bunuh diri.
“Dari jumlah itu, yang murni karena memiliki ide bunuh diri sebanyak 14-24 orang. Kunjungan depresinya hampir 80 orang mahasiswa. Itu angkanya di RS Melinda 2 doang,” kata Elvine. Dengan kata lain, angka kunjungan mahasiswa ke klinik psikiatri di rumah sakit lainnya bisa jadi lebih tinggi lagi atau menunjukkan fenomena serupa seperti di RS Melinda.
Sementara Teddy Hidayat dr, Sp.KJ (K), menambahkan bunuh diri di kalangan dewasa-muda memang lebih sering terjadi dibandingkan kalangan tua. Untuk itu RS Melinda kini khusus menjalankan program layanan konseling bagi mahasiswa, termasuk acara “Pelatihan Pertolongan Pertama untuk Mempertahankan Kesehatan Mental dan Pencegahan Bunuh Diri” yang mayoritas pesertanya mahasiswa dari berbagai kampus di Bandung.
“Kami lebih fokus dalam acara ini di kelompok mahasiswa. Karena kelompok ini belum dapat pehatian, belum menjadi prioritas padahal kasusnya banyak. Mahasiswa adalah calon pemimpin penerus bangsa. Jadi kalau mereka ada masalah kesehatan jiwanya itu akan sangat merugikan kita semua,” terang Teddy.
Masalah lain, saat ini layanan kesehatan jiwa saat ini belum ditanggung BPJS. Sehingga pasien kalangan kurang mampu akan berpikir ulang untuk mengkonsultasikan masalah kejiwaannya, karena konseling ke tenaga psikiatri harus berbayar.
Lewat program tersebut, lanjut Teddy, pihaknya siap memberikan layanan konseling gratis. Yang penting mahasiswa mau datang dan menyampaikan keluhannya. “Kami di sini selain melayani juga memberi fasIitas untuk para mahsiswa mulai dari yang tidak mampu, sama sekali ga punya biaya silakan datang,” terangnya.
Untuk mengefektifkan program layanan ini, pihak RS Melinda sudah menjalin MoU dengan salah satu kampus negeri di Bandung. Kerja sama ini pula yang membuat jumlah pasien kejiwaan meningkat. Ke depan, pihaknya ingin MoU dengan banyak kampus.
Program tersebut selain melayani rawat jalan juga menyediakan rawat inap untuk kasus-kasus gawat. “Kita bukan hanya rawat jalan. Kayak di suatu perguruan tinggi ada orang yang naik di tingkat lima mau terjun langsung kita bawa, kita rawat. Kita tidak hanya rawat jalan, rawat inap juga ada,” terangnya.
Teddy menjelaskan, 80 persen bunuh diri berhubungan dengan gangguan jiwa terutama depresi. Depresi disebabkan oleh semua aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, pekerjaan, keluarga. Kasus bunuh diri sendiri menjadi fenomena global. Teddy menyebut, di dunia ada 800 ribu orang mati bunuh diri per tahunnya, di Indonesia diperkirakan mencapai 10 ribu orang.
Di tempat yang sama, Shelly Iskandar, dr., SpKJ., SoAkp., Msi., PhD., menambahkan tingginya potensi bunuh diri di masyarakat khususnya mahasiswa perlu diantisipasi dengan pencegahan. Salah satunya lewat acara-acara pencegahan seperti “Pelatihan Pertolongan Pertama untuk Mempertahankan Kesehatan Mental dan Pencegahan Bunuh Diri” yang digelar di RS Melinda.
“Pencegahan bunuh diri dengan melakukan kegiatan seperti ini agar pemaham semua orang tentang antisipasi bunuh diri bisa dilakukan secara bersama-sama. Pers, mahasiswa, masyarakat semua berperan dalam pencegahan bunuh diri,” tambah Shelly. []