Oleh: Muhamad Seftia Permana*
Berbicara tentang Gunung Bandung Raya itu tidak ada habisnya. Dari segala sudut, Gunung Bandung tentu selalu menarik untuk dibahas, entah itu dari Sejarah, Lanskap maupun Budayanya. Cekungan Bandung dengan segala sejarah serta isinya adalah realita perkembangan rupa bumi untuk mencapai keseimbangan di setiap detik dan detailnya.
Ratusan Gunung ditakdirkan hadir sebagai bagian dari kehidupan. Tentu ini merupakan kemegahan yang tidak setiap wilayah memilikinya. Sumber kehidupan yang tak ternilai dengan segala konsekuensinya ini tentu menjadi perhatian bersama. Mulai dari Kalangan Akademis, Pegiat Lingkungan, Komunitas, bahkan Pemerintah sekalipun menaruh perhatian besar terhadap Cekungan Bandung.
Di luar dari sisi berbagai kepentingan, Di tahun 2018, Pemerintah mewujudkan perhatian terhadap Cekungan Bandung melalui Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
Belum lagi perhatian terhadap Cekungan Bandung dalam bentuk kelompok kajian akademis, kegiatan pegiat lingkungan, Komunitas dan kelompok-kelompok lain dengan masing-masing fokus dan kegiatannya.
Selain itu, jauh bertahun lampau di masa Hindia-Belanda, Cekungan Bandung pun telah menarik perhatian banyak kalangan. Salah satu buktinya adalah lahirnya sebuah bundel catatan yang memuat bentang alam Bandung yang berjudul Bandoeng: The Mountain City of Netherlands India. Dipublikasi oleh G. Kolff & Co., Weltevreden, Batavia, 1926.
Namun, yang tidak boleh luput, menyoal bagian dari Cekungan Bandung, yakni Patahan Lembang yang merupakan hasil dari pertemuan dua sesar, sesar Lembang dan sesar Cimandiri.
Hasil dari pertemuan sesar ini membentuk dinding raksasa di bagian utara Bandung yang memanjang dari Padalarang hingga bagian timur Bandung Raya dan memiliki panjang kurang lebih 29KM.
Tentu ini perlu menjadi perhatian yang lebih bagi Bandung Raya. Fenomena alam atas bertemunya dua sesar ini memiliki potensi dampak yang sangat besar. Namun, rasanya tidak elok juga jika fenomena alam ini disebut sebagai Ancaman. Mengingat, ini merupakan salah satu bagian dari kehidupan bumi. Lantas, apa yang bisa kita lakukan?
*Penulis adalah anggota Komunitas Jelajah Gunung Bandung (JGB). Penulis bisa dihubungi melalui email Seftia.muhamad@gmail.com.