Ahmad Fauzan Sazli
Ilustrasi / FOTO : UII
YOGYAKARTA, KabarKampus – Sebagai negara berlatar belakang kerajaan, Indonesia memiliki berbagai macam peninggalan purbakala dan benda cagar budaya yang memiliki nilai historis tinggi. Peninggalan bersejarah tersebut diantaranya peninggalan kerajaan-kerajaan yang banyak tersebar di berbagai belahan Indonesia.
Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, Rektor UII mengatakan, benda-benda tersebut penting keberadaannya sebagai bagian dalam pembentukan jati diri bangsa Indonesia di masa kini. Namun sayangnya, benda-benda cagar budaya peninggalan nenek moyang ini kian terancam keberadannya oleh tindak pencurian dan pemalsuan yang dilakukan oleh jaringan terorganisir.
“Tidak hanya itu, beberapa bangunan cagar budaya juga menghadapi ancaman kerusakan dan penghancuran secara sistemis dengan dalih pembangunan.“Oleh karena itu, diperlukan upaya serius dari berbagai pihak termasuk perguruan tinggi untuk melindungi benda cagar budaya,” kata Prof. Edy kepada wartawan di Jogja, Rabu (15/01/2014).
Prof. Edy menyebutkan beberapa kasus konkret di mana pada tahun 2010 terjadi kasus pencurian koleksi emas di Museum Sonobudoyo, Yogyakarta. Selanjutnya peristiwa serupa kembali terulang pada tahun 2013 di mana benda-benda sejarah peninggalan Mataram Kuno di Museum Nasional, Jakarta.
“Hal ini menunjukkan bahwa ancaman terhadap benda-benda cagar budaya terus meningkat dari waktu ke waktu,” jelasnya.
Apa yang disampaikan Prof Edy ini dalam rangka penyelenggaraan simposium internasional bertajuk “Reactualization of International Law in Protecting Archeological Properties and its Implication towards the Cultural Heritage Law in Indonesia. Simposium ini digagas oleh the Centre of Local Development Studies (CLDS) UII. Rencananya simpsium ini akan diadakan pada 21 Januari 2014 di kampus terpadu UII.
Hal serupa juga disampaikan oleh Prof. Jawahir Thontowi SH, Ph.D, Direktur CLDS UII yang juga terlibat aktif dalam penyelenggaraan simposium. Prof. Jawahir menegaskan urgensi perlindungan benda cagar budaya sebab eksistensinya merupakan bagian dari pembentukan jati diri bangsa.
“Saat ini bangsa kita seperti kehilangan jati dirinya, terlebih semakin banyak benda cagar budaya kita yang hilang, rusak, atau dicuri. Simposium ini memiliki relevansi untuk menggalang kepedulian,” jelasnya.
Untuk itu menurut Prof. Jawahir, upaya melindungi benda cagar budaya membutuhkan komitmen dari banyak pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, dan tak terkecuali para akademisi.
“Simposium diharapkan dapat menjadi wadah untuk saling bertukar pikiran dan menyatukan langkah. “Di akhir simposium, kita susun rekomendasi yang akan disampaikan kepada pemerintah,” pungkasnya.[]