Ahmad Fauzan Sazli
JAKARTA, KabarKampus – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta kembali mendampingi kasus yang sudah lama tidak ditangani sejak orde baru tumbang. Kali ini mereka mendampingi mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta (UTA 45 Jakarta ) yang dipecat dari kampusnya karena menggelar aksi menentang kebijakan kampus.
“LBH Jakarta menyatakan sikap menolak dengan keras tindakan represif akademis berupa putusan DO dan skorsing yang tidak masuk akal,” kata Nelson Nikodemus Simamora S.H, Pengacara Publik LBH Jakarta dalam konferensi pers di kantor LBH Jakarta, Rabu, (16/04/2014).
Menurut Nelson, pihak rektorat dan yayasan UTA 45 telah memberikan sanksi akademik berupa DO kepada enam orang mahasiswa UTA 45. Enam mahasiswa itu diberi sanksi karena melakukan aksi unjuk rasa menentang pembubaran seluruh organisasi kemahasiswaan oleh yayasan dan didukung rektor UTA 45.
Apalagi menurut Nelson, para mahasiswa itu tidak melakukan tindakan anarki. Mereka hanya pasang spanduk dan bakar ban.
“Tindakan pihak yayasan dan Rektorat UTA 45 sangat tidak masuk akal dan tidak lazim di era reformasi,” katanya.
Selain itu, menurut Nelson, apa yang mahasiswa protes juga salah satunya adalah menuntut hak untuk berkumpul dan berorganisasi. Mereka menuntut hak untuk mengaktualisasi dan mengembangkan diri.
“Kalau organisasi itu tidak ada, ada 2000 mahasiswa UTA 45 yang tidak ada saluran,” terang Nelson.
Bagi Nelson, pemberangusan organisasi kemahasiswaan dan pemecatan terhadap para mahasiswa ini merupakan pelanggaran terhadap hak-hak dasar manusia. Pelanggaran untuk mendapatkan pendidikan, kemerdekaan menyampaikan pendapat, berorganisasi dan berkumpul sebagaimana dijamin oleh pasal 28 konstitusi.
Selain itu menurut Nelson pihak kampus UTA 45 juga telah melanggar Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dimana mahasiswa harus diberikan ruang untuk mengaktualisasikan diri di bangku kuliah melalui berbagai organisasi kemahasiswaan di lingkungan kampus.
Oleh karena itu Nelson menegaskan, mereka akan melakukan gugatan hukum kepada Pengadilann Tata Usaha Negara. Mereka menggugat rektor untuk membatalkan SK Rektor UTA 45, Nomor 03/SK/REK/SM/II/2014 mengenai sangksi akademi kepada mahasiswa UTA 45.
Tak hanya itu, LBH Jakarta juga akan melakukan upaya non hukum lain seperti mendatangi lembaga yang tugasnya sebagai regulator dan pengawas pendidikan, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta DPR.
“Kasus ini luar biasa, seperti zaman purba,” terang Nelson.[]