More

    Menjaga Mimpi di Puncak Tertinggi Dunia

    Mathilda Dwi Lestari, mahasiswa Hubungan Internasional Unpar
    Mathilda Dwi Lestari, mahasiswa Hubungan Internasional Unpar

    Hanya satu alasan, perempuan yang satu ini kuliah di Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung. Alasan itu adalah melihat Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (ISSEMU) di televisi. Sejak melihat tayangan itu, ia memutuskan untuk kuliah di Unpar dan masuk kelompok pecinta alam Mahitala Unpar.

    Namun sekarang apa yang didambakannya menjadi kenyataan. Kalau sebelumnya, pendahulunya di Mahitala Unpar yang mengibarkan bendera merah putih di tujuh gunung tertinggi di dunia, sekarang ia yang melakukannya.

    Dialah Mathilda Dwi Lestari, mahasiswa Hubungan Internasional Unpar angkatan 2011. Bersama dua rekannya, Mathilda yang akrab disapa Hilda ini telah berhasil mengibarkan bendera merah putih di Gunung Carstenz Pyramid, Papua, Indonesia pada Agustus 2014 dan Gunung Elbrus, Rusia serta Gunung Kilimanjaro, Tanzania pada Mei 2015 lalu.

    - Advertisement -

    Kini Hilda tengah melanjutkan petualangannya menuju Gunung Aconcagua (6.962 mdpl) di Argentina. Bersama timnya ia telah berangkat pada 11 Januari 2016 dan diperkirakan akan kembali ke Indonesia pada 5 Febuari 2016.

    Menurut Hilda, meski ia sangat terinspirasi dengan pendakian seven summits Mahitala Unpar sebelumnya. Tapi ia tak pernah menyangka bisa menggapai tujuh puncak tertinggi di dunia. Karena baginya bisa menyalurkan hobi terhadap kegiatan outdoor dan naik gunung sudah cukup.

    “Namun kesempatan besar itu datang dan saya tidak mau melewatkanya. Karena kesempatan tidak datang dua kali, ” kata Hilda yang bercita-cita ingin bekerja di New York ini.

    Karenanya menurut Hilda, ia sangat bersyukur bisa mendapatkan kesempatan tersebut. Apalagi tidak semua orang bisa mendapatkannya,

    Hilda lahir di Jakarta pada 26 September 1993. Ia merupakan anak pertama dari pasangan Kristian Wahyu dan Yulian. Pada awalnya, pendakiannya ke tujuh puncak gunung tertinggi di dunia tidak disetujui kedua orang tuanya.

    “Jangankan gunung es, gunung tropis di Indonesia saja, orang tuanya tidak setuju,” katanya.

    Namun Hilda terus memberikan pemahaman, mulai memberitahukan latihan hingga rapat persiapan. Hingga akhirnya orang tuanya mengerti dan mengizinkan anaknya mendaki tujuh puncak tertinggi di dunia.

    “Sekarang orang tua saya mendukung,” katanya.

    Setelah apa yang dialaminya, Hilda percaya tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Karenanya ia akan selalu  menjaga setiap mimpinya. Termasuk mimpi untuk tinggal dan bekerja di New York.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here