BANDUNG, KabarKampus – Gonjang-ganjing Ridwan Kamil, Walikota Bandung akan ikut dalam perebutan kekuasaan di DKI Jakarta tahun 2017 terjawab sudah. Orang nomor satu di Bandung ini telah membuat pernyataan tidak akan maju dalam Pilkada DKI Jakarta pada 2017 mendatang.
Keputusan Ridwan Kamil ini mendapat respon dari berbagai kalangan. Termasuk sejumlah ketua BEM Perguruan Tinggi yang ada di Bandung.
Ada yang mendukung keputusan Ridwan Kamil tersebut. Ada juga yang menyatakan Ridwan kamil terlalu berlebihan.
(Baca Juga: Tak Ikut Pilgub Jakarta, RK Punya Masalah Batin dengan Bandung)
Berikut tanggapan ketua BEM di tiga perguruan tinggi di Bandung terkait tidak majunya Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta :
Muhammadd Fadhli Muttaqien, Ketua BEM Universitas Islam Bandung (Unisba)
Tidak majunya Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta menunjukkan Ridwan Kamil memiliki konsistensi yang baik. Dia tidak tergoda struktural yang lebih tinggi.
Seandainya dia masuk percaturan Gubernur DKI Jakarta, dia akan kalah besar. Karena gaya kepemimpinan Ridwan Kamil tidak cocok untuk DKI Jakarta.
Jakarta merupakan pusat bisnis, produk politiknya adalah peningkatan perusahaan. Sementara Ridwan Kamil tidak begitu. Gaya kepemimpinannya adalah indeks happiness atau kesenangan rakyat. Gaya tersebut di Bandung mungkin bisa. Tapi di Jakarta tidak.
Namun bila Ridwan Kamil maju menjadi Gubernur DKI Jakarta dalam perspektif politik boleh saja. Tetapi dalam perpektif nilai, Ridwan Kamil bakal seperti Jokowi yang tidak beres dan tuntas. Dia akan disebut sebagai orang yang tidak berkomitmen.
Endang Ahmad Ketua BEM Universitas Pasundan (Unpas)
Langkah yang dilakukan Ridwan Kamil sudah betul. Sudah seharusnya dia tidak meninggalkan Kota Bandung. Karena sejak awal Ridwan Kamil mencalonkan diri sebagai Wali Kota Bandung tujuannya adalah ingin membenahi kota Bandung.
Bila dia langsung berangkat ke Jakarta mencalonkan diri sebagai Gubernur Jakarta, itu menjadi sesutu hal yang riskan. Dia akan menjadi contoh bahwa para pemimpin daerah memiliki libido yang tinggi untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi.
Bila suatu saat ia ingin maju kembali, ia harus membenahi dulu kota Bandung atau habis masa periodenya sebagai walikota. Ketika sudah habis, dia bisa memilih mau menjadi apa dia ke depan. Tetap menjadi walikota atau naik ke tingkat lebih tinggi.
Untuk menghindari pemimpin kutu loncat, Pilkada juga seharusnya dievaluasi. Pilkada harus serempak masa habisnya untuk menghindari pejabat yang ingin menjabat jabatan lebih tinggi, namun jabatannya belum beres. Karena itu jangan sampai Ridwan Kamil seperti Jokowi, belum selesai sudah mau ke Jakarta.
Mahardhika Zein, Ketua KM ITB
Saya memandangnya aneh, kenapa Ridwan Kamil harus menyatakan sikap seperti itu. Seharusnya bila tidak jadi untuk mencalonkan diri tidak perlu diumbar ke publik. Hal seperti ini adalah suatu hal biasa saja dan tidak perlu digembor-gemborkan.
Saya memang kurang sepakat dia mencalonkan diri sebagai Gubernur Jakarta di masa periodenya sebagai walikota. Tapi ketika dia membulatkan tekat untuk tidak mencalonkan diri, itu tidak perlu diumbar. Intinya Ridwan Kamil seharusnya ngga usah berlebihan.
Namun tidak dipungkiri, Ridwan Kamil masih banyak Pekerjaan Rumah untuk kota Bandung, seperti kemacetan dan penggusuran PKL dan sebagainya. Namun secara umum persepsi mahasiswa terhadap Ridwan Kamil masih baik saja.[]