ENCEP SUKONTRA
BANDUNG, KabarKampus-Bandung disebut-sebut sebagai “nerakanya” radio. Sebab, di kota inilah jumlah radio terbanyak di antara kota-kota di dunia. Jumlanya lebih dari 50 radio. Belum lagi dengan radio tidak berijin.
Tidak berbeda jauh dengan konstelasi media massa seperti televisi dan cetak, persoalan radio juga pelik dan rumit. Mulai dari kepemilikan, kualitas SDM, rebutan iklan, jual beli izin, persaingan menjaring pendengar. Selain itu, radio juga harus berhadapan dengan pesaing baru media massa yakni media online yang bisa memadukan suara, gambar dan teks sekaligus.
Hal itu terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Islam Bandung (Unisba) bekerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat di Aula KPID Jabar, Bandung, Kamis (16/06/2016).
FGD bertema “Konstelasi Radio Siaran Swasta Mainstream di Jawa Barat Sebagai Penguatan Kebudayaan Lokal Dalam Perspektif UU 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran” diikuti praktisi radio, akademisi/peneliti, dan regulator yang diwakili KPID Jabar.
Ketua LPPM Unisba Prof. Atie Rachmiatie mengatakan, FGD tersebut meminta masukan dari para praktisi radio. Masukan tersebut diharapkan menjadi bahan penelitian mendalam bagi akademisi.
“Di FGD ini misalnya ada masukan diperlukan studi kejenuhan radio di Bandung dengan jumlah radio sebanyak itu (lebih dari 50 radio). Ini menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa S2 untuk melakukan studi/penelitian,” ungkap Atie Rachmiatie yang didampingi tim peneliti dan sejumlah mahasiswa pascasarjana Fikom Unisba.
Hasil penelitian konstelasi radio diperlukan untuk masukan bagi pemerintah maupun radio itu sendiri.
Pemimpin Redaksi PRFM Basith Patria mengatakan, sejauh ini belum ada penelitian tentang kejenuhan radio di Bandung. Ia menduga, saat ini dengan jumlah radio lebih dari 50 sudah sangat jenuh.
Salah satu