BANDUNG, KabarKampus – Dalam sebuah acara Irfan Amalee penggagas Peace Generation bertanya kepada sekitar 300 siswa di SMP Muhammadiyah 8 Bandung. Ia bertanya, siapakah diantara para siswa yang pernah dibully oleh temannya. Dari pertanyaan tersebut, hampir sebagian dari siswa yang hadir mengacungkan tanggannya.
Pembulian memang kerap terjadi di sekolah. Irfan Amalee mencatat, jumlah korban bully mencapai 3,5 Juta setiap tahunnya.
Namun ke depan Irfan Amalee yakin di SMA 8 Muhammadiyah Bandung tidak ada lagi pembulian. Karena dalam setahun ke depan, sekolah yang terletak di Antapani Bandung ini menerapkan kurikulum perdamaian.
Kurikulum perdamaian ini mengajarkan 12 nilai-nilai perdamaian yaitu, Menerima Diri, Memahami Prasangka, Memahami Perbedaan Etnis, Memahami Perbedaan Agama, Menghormati Perbedaan Jenis Kelamin, Memahami Perbedaan Status Ekonomi dan Sosial, Memahami Perbedaan Kelompok, Memahami Keanekaragaman, Memahami Konflik, Menolak Kekerasan, Mengakui Kesalahan, dan Memberi Maaf. Sebanyak 12 nilai-nilai tersebut selama satu tahun ke depan akan diajakan kepada siswa-siswi SMP Muhammadiyah 8 Bandung.
“Jadi penerapan kurikulum sekolah damai di SMP Muhammadiyah 8 Bandung merupakan satu dari sekian sekolah di Indonesia yang menerapkan kurikulum ini. Sebelumnya selama dua bulan gurunya mengikuti training untuk dapat mengajarkan kepada siswa selama satu tahun ke depan,” kata Irfan Amalee dalam peluncuran Sekolah Perdamaian di SMP Muhammadiyah 8 Bandung, Senin, (25/07/2016).
Setelah 12 nilai-nilai perdamaian itu diberikan, para siswa akan diwisuda dan diberikan label sebagai agen of peace. Kemudian, mereka mengajak sekolah yang sudah mempelajari program tersebut untuk bertemu dengan sekolah yang berbeda, baik berbeda agama maupun perbedaan yang lain untuk mempraktekkan nilai tersebut.
“Dampaknya adalah menghapus kekerasan di sekolah, seperti bully,” kata mantan Pemimpin Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa Suaka UIN Bandung ini.
Menurut Irfan, mereka sengaja memilih sekolah untuk menerapkan program ini. Karena berdasarkan data KPAI, jumlah kekerasan di sekolah mencapai satu juta korban. Sementara tidak ada sekolah yang secara khusus mengajarkan perdamaian kepada para siswa.
“Kekerasan di rumah menghasilkan anak-anak yang biasanya menjadi pelaku kekerasan di sekolah. Apalagi waktu anak-anak banyak di habiskan di sekolah,” ungkap CEO Mizan Application Publisher ini.
Dalam penerapan kurikulum perdamaian, para siswa yang akan mendapat materi ajar kurikulum perdamaian adalah SD kelas 5 dan 6. Kemudian SMP kelas 2 dan 3.
Pria yang pernah menempuh S2 di bidang Peace Studies di Heller School Social and Policy Management, Brandeis University Boston USA mengatakan, program ini pertama kali diluncurkan pada tahun 2007 di seluruh Provinsi Aceh. Kemudian Bandung pada tahun 2008 – 2009.
Buku yang mengajarkan anti kekerasan ini terbit dalam dua versi yaitu Islam dan Kristen. Saat ini telah diajarkan kepada sebanyak 35 ribu siswa dan 5 ribu guru di Indonesia. Selain itu buku program ini juga telah diluncurkan di Filipina dan Malaysia.
Irfan Amalee mengaku belum pernah melakukan riset menyeluruh terhadap gagasan yang sudah mereka terapkan tersebut. Namun dari hasil report dari para guru, angka kekerasan di sekolah menurun. Diantaranya di salah satu sekolah di Cimahi. Anak-anak yang mendapat pengajaran program tersebut pada kelas 5 dan 6, pada saat mereka SMP tidak masuk gank seperti siswa SMP kebanyakan. Selain itu dalam penelitian lain juga menyebutkan inteligent of diversity alias penerimaan perbedaan siswa juga meningkat.
Sementara itu Taufik Yoesmansyah, Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 8 Bandung menuturkan, korban kekerasan di luar bencana alam itu tidak kalah banyak dari korban bencana alam. Seperti korban dari saling membenci, prasangka, dan tidak menghormati rang lain.
“Oleh karena itu, ia mengharapkan siswa-siswi sebagai generasi mendatang menjadi generasi yang toleran, mau menghormati orang lain, dan tidak mengedepankan kekerasan,” ungkap Taufik.[]