More

    Mahasiswa Bandung Peringati Hari Penjajahan Indonesia Atas Papua

    Mahasiswa melakukan teatrikal mengenai kondisi Papua saat ini di depan Gedung Sate, Bandung, Senin, (19/12/2016). FOTO : Ahmad Fauzan
    Mahasiswa melakukan teatrikal mengenai kondisi Papua saat ini di depan Gedung Sate, Bandung, Senin, (19/12/2016). FOTO : Ahmad Fauzan

    BANDUNG, KabarKampus – Sekitar 30 mahasiswa yang mengatasnamakan Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi (SORAK) memperingati Trikora (Tiga Komando Rakyat) di depan Gedung Sate, Bandung, Senin, (19/12/2016). Aksi yang juga diikuti oleh Aliansi Mahasiswa Papua ini mendesak Pemerintah Indonesia agar memberikan kebebasan kepada rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri.

    Dalam aksinya, para mahasiswa melakukan orasi secara bergantian. Mereka membeberkan sejarah Trikora yang menjadi cikal bakal penjajahan Indonesia terhadap Papua.

    Salah satunya disampaikan, Marcus Medlama, Aktivis Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Kota Bandung. Ia mengatakan, hari ini tepat tanggal 19 Desember, bertepatan dengan Soekarno mengumandangkan Trikora di Alun-alun Utara Kota Yogyakarta. Tujuan Trokora itu ingin menggagalkan pembentukan Negara Papua Barat yang telah dideklarasikan pada 1 Desember 1961.

    - Advertisement -

    “Inilah ekspresi awal dilakukannya penjajahan Indonesia atas Negara Papua Barat,” kata Marcus di depan Gedung Sate.

    Ia mejelaskan, dari Trikora tersebut, Soekarno kemudian memerintahkan Soeharto, untuk merebut wilayah Papua Barat dari tangan Belanda. Hingga akhirnya dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer ke Papua Barat, seperti Operasi Banten, Srigala, Lumba-lumba Cakra dan sebagainya.

    “Melalui operasi tersebut,  wilayah Papua Barat diduduki dan dicurigai. Banyak orang Papua yang dibantai pada waktu itu,” ungkap Marcus.

    Namun, tidak berhenti di sana, hingga saat ini militer Indonesia masih melakukan penghalauan kepada rakyat Papua yang menghendaki kemerdekaan sepenuhnya. Kegiatan militer Indonesia itu berujung pada pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia kepada rakyat Papua.

    Marcus mencatat, berbagai kebrutalan militer Indonesia terus berlanjut pada dekade  1980 -1990-an. Seperti terjadi pembunuhan terhadap Arnold Clemens, tokoh nasionalis Papua disertai pengungsian besar-besaran ke Papua New Guinea. Kemudian pada tahun 2000-an terjadi pembunuhan terhadap Theys Hiyo Eluat, Ketua Presedium Papua oleh TNI. Pada tahun 2014 juga terjadi pembunuhan luar biasa yang mengakiabtkan 22 orang masyarakat Sipil diantaranya 5 orang meninggal dan 17 orang luka-luka kritis.

    Sementara itu Chandra, aktivis SORAK dalam orasinya mengatakan, sekarang perlu diketahui, orang Papua saat ini tinggal 30 persen. Itu karena dibantai oleh militer Indonesia. Tidak sampai di sana, pada tahun 2020 mendatang akan didatangkan 30 ribu militer ke Papua.

    “Kawan-kawan Papua, kami meminta maaf atas kebrutalan aparat kami. Aparat kami memang brutal, mereka  diajari menembaki bangsa yang tidak beradab versi mereka,” ungkapnya.

    Oleha karena itu, Chandra dan kawan-kawan mendesak agar PBB dan Jokowi agar memberikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis terhadap rakyat Papua. Selanjutnya mereka juga meminta agar Pemerintah Indonesia menarik militer organik dan non organik dari seluruh tanah Papua sebagai syarat damai.

    “Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh dan MNC yang merupakan dalang kejahatan kemanusiaan di atas tanah Papua,” kata Marcus.

    Dalam aksi ini selain meneriakkan lagu lagu seperti Papua bukan merah putih, Papua bintang kejora, aksi ini juga diwarnai teatrikal dua mahasiswa yang wajahnya diwarnai dengan lukisan bendera bintang kejora. Teatrikal tersebut  mengungkapkan kondisi masyarakat Papua yang tertindas. Aksi ini berlangsung damai, dengan pengawalan polisi.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here