More

    Alumni Anggap Surat Terbuka KM ITB, Tidak Pantas dan Bikin Malu

    Ilustrasi : KM ITB
    Ilustrasi : KM ITB

    BANDUNG, KabarKampus – Kritik Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui Surat Terbuka dipersoalkan alumni ITB. Sebagian mereka menganggap kritik KM ITB tersebut tidak mendasar, kasar, dan membuat malu mereka sebagai alumni ITB.

    Salah satunya adalah Chandra Manik, yang mengaku alumni Teknik Mesin ITB angkatan 1997. Dia mengingatkan KM ITB jangan membuat malu dengan protes yang tidak mendasar.

    “Saya juga dahulu pendemo di tahun 1998 untuk menurunkan Soeharto. Ada kesimpulan yang perlu kalian pelajari : Mahasiswa memiliki awaereness seperti para empu tapi sayang sekali mereka tak mengerti apa-apa. Pemerintah sedang capek cari dana, tapi saat tiket pesawat naik dua kali lipat dari harga normal, apakah kalian selantang ini,” katanya di laman km.itb.ac.id.

    - Advertisement -

    Chandra Manik melanjutkan, mengenai masalah harga minyak non subsidi yang harganya sepakat floating harus jadi cakupan Presiden dan harus tertanda tangan setiap peubahan. Sementara mengenai masalah mengurus STNK, jelas sekali yang naik adalah hanya biaya administrasi.

    Kemudian mengenai dewan kerukunan, baginya tidak ada yang perlu dimasalahkan. Karena sekarang banyak sekali gubernur yang pro dengan aktivitas organisasi tertentu, seperti di Medan dan Bandung. Lalu kata Chandra, apakah salah pemerintah membuat dewan yang lebih fokus untuk sementara waktu?

    “Kalian jangan serampangan berpendapat dan jangan membiarkan diri kalian ditindih kelompok tertentu dan kemudian dikemudikan sesuai kemauan kelompok tersebut. Mungkin kalian perlu saya kasih fakta, fakta yang harganya mahal. Fakta itu : Sewaktu saya ikut demo 1998 untuk menurunkan Soeharto, saya berharap Indonesia akan lebih baik, tapi saat Soeharto resign 21 Mei 1998, seminggu kemudian harga naik menjadi 3 kali lipat. Harga pecel lele yang dulunya satu porsi 1.250 menjadi 3.500 rupiah. Apa kalian yakin dengan protes serampangan kalian ini mampu meyakinkan arahnya sesuai keinginan yang kalian anggap mulia itu?” ungkap Chandra Manik.

    Ia juga mengatakan, sewaktu harga 1998 itu naik tiga kali lipat, mahasiswa 1998 yang demo hanya bisa gigit gigi. Chandra mengaku, tidak pembela Soeharto sampai detik ini, tapi sayangnya perjuangan mereka ternyata tidak sesuai harapan alias mereka diperkosa dan ditinggalakan tanpa bayaran.

    Selain Chandra Manik, alumni lain yang tidak setuju dengan Surat Terbuka KM ITB adalah Utama Brata yang mengaku sebagai alumni Fisika ITB 86. Menurutnya, KM ITB menggunakan kata “Serampangan” ke Presiden itu hanya membuat malu ITB Saja.

    “Anda ini bicara ke Presiden bukan ke anak kecil, ABG, atau se-level kalian. Memang sehebat apa sih pengetahuan kalian tentang tata kelola pemerintahan? Sebesar apa sih Organisasi yang pernah kalian Jalankan atau kalian pimpin? Memangnya pernah memimpin organisasi dengan Jumlah 50.000 orang saja? Lalu dengan adanya Lima bagian kritik, yang kalian sampaikan itu, apakah sudah dapat menyimpulkan kalau Pemerintah itu “Serampangan”?

    Utama Brata menegaskan, KM ITB bila disuruh mengelola Kebun Binatang yang ada di samping kampus ITB (Ganesha 10) saja belum tentu mampu. Baginya Kalau ingin mengkritik presiden, silahkan, tapi gunakan kata yang sopan.

    “Sangat arogan dengan menyebut kata “Serampangan”. Konsultasi dulu lah dengan Ahli Bahasa!” ungkap Utama Brata.

    Kemudian adalah Sukanto, alumni GD ITB tahun 83. Ia mengaku sebagai alumni GD 83, merasa sangat malu membaca surat serampangan. Surat terbuka tersebut tidak berdasar dan dikaji secara mendalam.

    “Mau jadi apa bangsa ini kalau kalian yang kata orang para calon pemimpin masa depan tapi tidak mencerminkan pikiran yang jernih dan genius dalm menyikapi masalah bangsa ini. Malah terbawa arus tergerus suara yg tidak dapat dipertanggung jawabkan,” katanya.

    Selanjutnya Sukanto mempertanyakan, kebesaran Gajah Duduk Sekarang. Apakah tinggal puing-puing yang retak tidak mencerminkan otak pemimpin yang baik dan terasah?

    “Sedih……” ungkapnya.

    Selanjutnya alumni lain yang kecewa dengan Surat Terbuka KM ITB lainnya adalah Arman Arisman alias Wu Liang Huan. Arman yang mengaku  alumni Arsitektur ITB angkatan 2004 ini mengaku agak bingung dengan bahasa-bahasa yang dipakai dalam surat terbuka ini. Apakah tidak dikaji dulu tata bahasanya?

    “Dari atas saja sudah menunjukkan sikap tidak hormat. Kalian menulis “Kepada Joko Widodo”. Apakah sulit menuliskan “Kepada yth. Bapak Joko Widodo”? Setidaknya dari awal tunjukkan itikad baik. Sikap hormat,” katanya.

    Menurut Arman, kalau KM ITB mau kritis silahkan. Namun tunjukkan sikap yang baik. Apalagi mengatasnamakan instansi dan orang banyak alias seluruh mahasiswa ITB.

    “Isinya saya agak malas bacanya walau akhirnya saya baca sampai habis. Saya cukup mengerti maksudnya setelah harus baca berulang-ulang karena tata bahasa yang amburadul. Semoga kalian bukan hanya bisa ngomong doang. Semoga setelah lulus, kalian yang terlibat dalam penulisan surat ini bisa betul-betul berguna,” jelas Arman.

    KM ITB membuat Surat Terbuka kepada Presiden Jokowi pada 10 Januari 2017 dilaman km.itb.ac.id. Dalam tulisan yang ditulis, mereka mengkritisi lima poin kebijakan Presiden Jokowi, yaitu mengenai kenaikan harga BBM sesuai harga pasar, mengenai pencabutan subsidi listrik 900 VA, mengenai masa depan hilirisasi Minerba pasca rencana perubahan keempat PP 23/2010, mengenai kenaikan harga STNK, TNKB, dan BPKB.

    Berikut link surat terbuka KM ITB []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here