BANDUNG, KabarKampus – Mahasiswa, aktivis, dan pegiat komunitas di Kota Bandung membuat pernyataan bersama menuntut kampus menjadi ruang aman dan bebas kekerasan seksual. Pernyataan bersama ini sekaligus mendesak agar pemerintah mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
“Keberanian korban untuk bersuara dan melaporkan tindakan pelecehan atau kekerasan seksual yang dialami, telah menjadi bara yang memecah gunung es kekerasan seksual di dalam kampus,” kata Nisa Dwi Angri Aeni, pegiat LPM Suaka UIN Bandung membacakan pernyataan bersama yang diikuti oleh lebih dari 30 orang lainnya.
Pernyataan bersama ini dibacakan di KaKa Café, Jalan Tirtayasa No. 49 Bandung, Rabu, (05/12/2018). Selain LPM Suaka, hadir juga dalam deklarasi, yaitu Perempuan Mahardika, LBH Bandung, LPM Aksara Telkom University, LPM Suara Mahasiswa Unisba, LPM Media Parahyangan Unpar, Walhi Jabar, dan lainnya.
Menurut mereka, banyaknya laporan kekerasan seksual itu, membuktikan dan mengonfirmasi bahwa selama ini di kampus belum menjadi ruang aman dan bebas kekerasan seksual. Kemudian karakteristik kasus kekerasan seksual itu juga bisa terjadi di setiap tempat, pada setiap orang, dan bisa dilakukan oleh orang-orang terdekat, dan dipercaya oleh korban.
Selain itu, kata mereka sangat mungkin tidak ada saksi atau bukti yang dapat menguatkan cerita korban. Mereka menilai penanganan terhadap kasus seperti ini butuh pendekatan khusus, pendekatan yang berperspektif korban. Cerita korban juga dapat menjadi pijakan utama untuk menuntut proses penyelidikan dan pembuktian.
Selanjutnya, mereka mencontohkan, dalam laporan Investigasi Fokus Suaka Online yang berjudul Akrobat Nakal Oknum Pengajar, terlihat bagaimana pelaku seksual di kampus masih dapat bergerak bebas, karena kuasa yang dimiliki. Tak hanya itu, terdapat juga kekhawatiran bagi pihak yang mendukung korban bahwa dukungannya akan berbalik menjelekkan nama kampus.
Oleh karena itu, untuk mendukung suara korban dalam melaporkan dan mencari keadilan bagi kekerasan seksual yang dialaminya, mereka menyatakan, kekersan seksual bukan lah aib. Sehingga laporan setiap korban harus mendapat respon serius dari pihak kampus. Korban juga berhak untuk didengarkan, mendapat pendampingan saat pelaporan atau penyelidikan, serta hak pemulihannya dijamin.
“Tindak tegas pelaku kekersan seksual di kampus,” desak mereka.
Kemudian mereka juga mendesak agar kampus untuk mewujudkan ruang-ruang edukasi tentang seksualitas, kesehatan reproduksi sebagai upaya untuk memahami dan menghargai hak atas tubuh seseorang, terutama bagi perempuan. Sehingga rasa aman dan bebas dari kekerasan seksual dapat tercipta dalam lingkungan kampus.
“Kami bersolidaritas untuk Agni di Yogyakarta, Ibu Nuril di Mataram, Anindya Sabrina di Surabaya, DK,CL, AS, BB, di UIN Bandung dan seluruh korban kekersan seksual baik di kampus, tempat kerja, dan dimana pun. Stop kekersan seksual! Sahkan