DEPOK, KabarKampus – BEM-Se-Universitas Indonesia menolak ajakan dialog dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara. Mereka beralasan, undangan tersebut belum bisa mememenuhi amanat kedaulatan, karena masih adanya kriminalisasi dan tindak kekerasan terhadap aktivis.
Selain itu mahasiswa juga merasa tidak bisa berdiri sendiri, tanpa melibatkan langsung rakyat Indonesia. Bagi mereka, tidak ada orang yang lebih relevan untuk berbincang tentang RUU Pertanahan kecuali petani, RUU Minerba selain masyarakat terdampak tambang, dan masih banyak lagi.
Elang, juru bicara BEM Se-UI menyayangkan undangan terbuka yang hanya ditujukan kepada mahasiswa. Seharusnya undangan tersebut juga mengundang elemen masyarakat terdampak lainnya yakni Gerakan Reformasi Dikorupsi merupakan gerakan seluruh elemen masyarakat.
“Beragam regulasi yang kami tolak tetap kami tolak. Namun maaf, kami rasa undangan bapak masih kurang lengkap.,” ungkap BEM Se-UI dalam keterangan persnya, Jumat, (27/09/2019).
Elang menjelaskan, demonstrasi yang terjadi selama beberapa hari kebelakang adalah tuntutan mereka dalam menegakkan demokrasi dan menolak upaya pelemahan pemberantasan korupsi
di Indonesia. Selain itu juga demonstrasi yang terjadi selama beberapa hari kebelakang merupakan
akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah Republik Indonesia atas segala permasalahan yang terjadi seperti kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan, pengesahan RUU yang bermasalah, represifitas aparat di beberapa daerah, serta pelemahan upaya pemberantasan korupsi;
“Bahwa demonstrasi dengan tuntutan yang disusun dalam Maklumat Tuntaskan Reformasi merupakan gerakan yang bergejolak secara organik karena luapan kekecewaan masyarakat yang tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di beberapa daerah di Indonesia,” terangnya.
Dalam kesempatan tersebut juga, Elang mengecam keras keras segala bentuk tindakan represif dan intimidatif oleh aparat terhadap para demonstran di berbagai daerah dan kriminalisasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap para aktivis. Ia juga menyampaikan duka cita yang mendalam atas meninggalnya seorang pelajar Sekolah Menengah Kejuruan dan dua orang mahasiswa
Kendari;
Oleh karena itu, BEM SI menuntut Presiden untuk menindaklanjuti secara tegas segala bentuk
tindakan represif yang telah dilakukan oleh aparat kepada seluruh massa aksi. Selain itu mendesak agar Presiden untuk segera membebaskan aktivis yang dikriminalisasi.
“Bahwa dampak yang terjadi akibat adanya pembahasan dan/atau pengesahan RUU
bermasalah (RKUHP, Revisi UU KPK, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU
Minerba), kebakaran hutan, segala bentuk tindakan represif dan intimidatif oleh aparat, kriminalisasi aktivis, dan masalah lain yang mengancam demokrasi dan pelemahan
upaya pemberantasan korupsi, tidak hanya berdampak bagi mahasiswa namun juga
masyarakat secara luas,” terang Elang.[]