Penulis Imanha
BANDUNG, KabarKampus – Fenomena anak muda yang tertular HIV cenderung meningkat. Usia mereka antara 15-24 tahun dan masuk ke dalam kelompok pemula HIV. Menurut data Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Jawa Barat, kenaikan HIV di kalangan muda mencapai 30 persen.
Data HIV di Jawa Barat (Jabar) sendiri hingga saat ini mencapai 36.857. Data ini terdiri dari berbagai kelompok, salah satunya anak muda. “Data HIV di Jabar 36 ribuan. Memang peningkatan terbesar di kelompok pemula, remaja 15-24 hampir 30 persen naiknya,” kata Sekretaris Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Jawa Barat, Iman Tedjarachmana, dalam jumpa pers The indonesian AIDS Conference (iAIDS) 2019, di Bandung, Kamis (28/11/2019).
Dalam catatan KPA, fenomena tersebut tak lepas dari maraknya hubungan seksial di kalangan pelajar, terutama SMA. Hubungan seksual ini tidak hanya dilakukan dengan lawan jenis, melainkan dengan sesama jenis.
Fenomena tersebut tak lepas dari pengaruh banjirnya informasi salah satunya lewat media sosial. Ia menduga, faktor informasi menjadi salah satu yang mengubah prilaku termasuk masalah seksualitas.
Selain anak remaja, KPA juga mencatat kenaikan HIV pada ibu rumah tangga (IRT) dan penularan HIV dari ibu ke anak. Penyebabnya, pasangan (suami) ibu rumah tangga tersebut gemar berganti pasangan (prostitusi). Akhirnya, terjadi penularan HIV dari ibu ke anak. Hingga kini di Jabar ada 600 anak yang dilahirkan dari ibu yang HIV.
“IRT dari dulu menjadi “korban” yang kita harus khawatir karena angkanya meningkat, itu disebabkan pasangannya. Jadi arah ke depan penanggulangan HIV harus inklusif, kita mulai bicara masyarakat umum bahwa semua potensi. Dan ini tugas negara,” ungkap Iman.
Sementara Konferensi iAIDS 2019 yang digelar di Bandung 29 November-1 Desember 2019 disebut konferensi tentang HIV/AIDS terbesar di Indonesia. Konferensi ini mengupas isu seputar HIV/AIDS dari berbagai sudut pandang, mulai pemerintah, komunitas, hingga keilmuan yang meliputi kejiwaan, sosiologi, antropologi, dan sebagainya.
Iman Tedjarachmana menjelaskan, iAIDS 2019 dihadiri 40 kepala daerah se-Indonesia. Dalam peraturan, kepala daerah tersebut sekaligus menjabat KPA di daerahnya. Mereka akan hadir bersama rombongan dinas kesehatan masyarakat, dan lainnya.
Jumlah peserta yang akan hadir dalam konferensi sebanyak 700-an. Mereka akan mendiskusikan banyak hal seputar HIV/AIDS, mulai versi pemerintah, masyarakat, medis, dan mengupas pula inovasi penanggulanagan yang sudah dilakukan sejauh ini. “Ada 103 pembicara. Terbagi 39 kelas secara prarel dengan berbagai topik,” kata Iman.
Selain itu, konferensi juga membahas stigma dan diskriminasi masih menjadi ganjalan utama dalam mengatasi HIV/AIDS. “Semua akan dikaji dari berbagai aspek, mulai hukum, antropologi, sosiologi dan lain-lain. Kita akan gali dengan pakarnya,” lanjutnya.
Banyaknya pihak yang terlibat dalam konferensi menunjukkan penanganan HIV/AIDS saat ini tidak bisa dilakukan secara ekslusif dengan sasaran kelompok resiko tinggi. Sebab dengan adanya kasus ibu rumah tangga dan anak, ditambah maraknya anak muda usia produktif, mengindikasikan bahwa penyakit ini bisa menyerang siapa saja. Jadi HIV ini memang perlu penanganan inklusif seperti dikatakan Iman. []