JAKARTA, KabarKampus – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendesak pemerintah lebih transparan dalam menyampaikan informasi soal Covid-19. AJI melihat ketidakjelasan dan kesimpangsiuran informasi soal virus Corona yang makin luas penyebarannya.
“Sikap transparan itu bisa ditunjukkan dengan memberikan data terbaru secara reguler kepada publik tentang jumlah korban Covid-19 yang masih dalam pengawasan, positif, meninggal, dan sembuh,” kata Abdul Manan, Ketua Umum AJI Indonesia dalam siaran persnya, Kamis, (19/03/2020).
Selain itu lanjut Manan, pemerintah juga perlu membuka riwayat perjalanan pasien positif Covid-19, menyediakan peta sebaran, dan mengumumkan pejabat publik yang positif Covid-19. Kemudian untuk menghindari kesimpangsiuran data, pemerintah juga perlu menyamakan data dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara terus menerus.
“Transparansi ini penting untuk memberitahu publik agar memahami bahaya virus ini sehingga bisa berhati-hati dan berusaha tidak menjadi korban berikutnya. Semua informasi tersebut hendaknya disediakan dan didistribusikan secara meluas, serta mudah diakses oleh publik, termasuk oleh kelompok difabel dan pendamping mereka,” tegas Manan.
Dalam catatatan AJI, pemerintah sebelumnya mengklaim tidak menemukan adanya kasus virus Corona, namun kini mulai mencatat penambahan jumlah korban yang signifikan. Pada tanggal 11 Maret 2020 lalupemerintah melansir hanya ada 1 korban meninggal, 2 dinyatakan sembuh. Tapi setelah itu jumlahnya terus bertambah.
Hingga 19 Maret 2020 jumlah korban meninggal sudah melonjak drastis menjadi 25 orang. Jumlah korban yang positif virus 309 orang dan yang sembuh 15 orang.
Bagi Manan penambahan jumlah secara signifikan ini sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Pada saat korban meninggal dikatakan ada 7 orang, sebenarnya jumlahnya lebih dari itu karena sejumlah daerah mencatat ada pasien yang meninggal karena virus yang belum ada vaksinnya. Namun pejabat pemerintah daerah mengaku tak mau membuka data soal itu karena ada perintah dari pemerintah pusat.
“Kesimpangsiuran informasi antara yang terjadi di lapangan dengan yang disampaikan juru bicara resmi pemerintah pusat ini menimbulkan kebingungan publik, dan mungkin juga memicu ketidakpercayaan, karena mengesankan ada sesuatu yang hendak ditutup-tutupi. Selain simpang siur soal jumlah penderita, pemerintah juga tidak transparan dalam menyebutkan lokasi sebaran penderita Covid-19,” terangnya.
Selain mendesak pemerintah transparan, Manan juga meminta agar pemerintah bersikap terbuka dalam menangani krisis ini. Ia ingin pemerintah menyampaikan kondisi sebenarnya tentang kesiagaan, kebijakan yang dibuat, dan kendala yang dihadapi.
“Termasuk juga kesediaan untuk mendengarkan masukan publik, ahli kesehatan, serta bantuan dari negara lain dalam menghadapi virus Corona,” tambahnya.
Selain itu, Manan juga meminta pemerintah memberitahu publik segera jika ada informasi terbaru. Langkah ini dimaksudkan untuk menanggulangi penyebarluasan informasi di masyarakat, yang bisa jadi belum tentu kebenarannya.
Selanjutnya, ia meminta pemerintah agar memiliki prosedur yang jelas dan mengumumkannya kepada publik tentang tata cara pemeriksaan Covid-19 bagi yang merasa memiliki gejala terinfeksi virus ini. Termasuk memastikan kesiapan dari fasilitas kesehatan (Rumah sakit dan sebagainya.) yang menjadi rujukan untuk pemeriksaan.
“Hingga saat ini, publik masih mendapatkan informasi yang berbeda mengenai langkah yang harus dilakukan untuk pemeriksaan di fasilitas layanan kesehatan,” ungkapnya[]