More

    Pandemi Covid-19 Juga Menguji Kemampuan Literasi Masyarakat

    JAKARTA, KabarKampus – Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) di Indonesia tidak hanya menguji sektor ekonomi dan kesehatan, melainkan juga menguji kemampuan literasi masyarakatnya. Sejak diumumkan dua pasien pertama di Indonesia, pada 2 Maret lalu, berbagai berita menyesatkan dari sumber yang tidak jelas terus bermunculan dan tidak jarang disalahartikan.

    Hal tersebut disampaikan Nadia Fairuza, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza, Rabu, (01/04/2020). Untuk itu, Nadia meminta masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memproses informasi dan membuat keputusan yang rasional. 

    Menurut Nadia, keputusan yang dibuat secara terburu-buru dan berdasarkan informasi yang salah dapat memicu kepanikan massal. Hal tersebut selanjutnya dapat mempersulit upaya pencegahan dan tindakan pengendalian.

    - Advertisement -

    Nadia mencontohkan, literasi rendah dan tidak adanya diversifikasi dalam mencari informasi, banyak masyarakat yang melakukan tindakan preventif yang salah dalam konteks Covid-19. Misalnya, mereka mudah percaya bahwa obat-obatan tradisional bisa menyembuhkan Covid-19 meskipun hingga sekarang belum ada penelitian yang membenarkan hal tersebut. Selain itu juga dalam membuat cairan hand sanitizer sendiri tanpa adanya perhitungan ilmiah.

    Literasi Rendah

    Nadia menambahkan, Indonesia memiliki minat yang rendah dalam membaca dan fakta itu memengaruhi bagaimana masyarakat memahami informasi. Dari hasil tes PISA pada tahun 2018 yang dirilis oleh OECD, keterampilan membaca siswa Indonesia berada pada peringkat ke 74 atau terendah keenam di antara 79 negara.

    Skor literasi membaca Indonesia jauh lebih rendah daripada negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia dan Vietnam. Tes ini juga menunjukkan bahwa siswa Indonesia menghadapi kesulitan besar dalam memahami teks panjang dan membedakan antara fakta dan pendapat.

    “Literasi adalah masalah yang mendasar dalam sistem pendidikan Indonesia yang belum selesai diperbaiki kualitasnya. Walaupun di saat pandemi seperti ini tidak menjadi sebuah urgensi untuk membahas literasi, tapi bagaimana masyarakat memahami pandemi dan mencerna informasi tidak bisa lepas dari kemampuan literasi itu sendiri,” jelas Nadia.

    Literasi Digital

    UNESCO mengatakan kalau literasi digital adalah salah satu keterampilan hidup yang paling esensial saat ini. Dalam konteks pandemi Covid-19, masyarakat perlu memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi informasi yang dapat diandalkan dan yang tidak, tidak akan langsung berbagi informasi dengan orang lain.

    “Mereka juga dapat memahami dampaknya membagikan informasi yang belum teruji kebenarannya,” tambah Nadia.


    Sebagaimana tercermin dalam skor PISA, keterampilan literasi Indonesia saat ini tidak cukup baik untuk melindungi siswa dari informasi yang menyesatkan. Selain itu, LIPI pernah menyatakan bahwa seseorang yang memiliki gelar sarjana tidak selalu mampu mengidentifikasi kebohongan dan kesalahan informasi.

    Jaringan Riset Opini Publik Asia (ANPOR) pada 2018 juga menemukan bahwa kemungkinan berbagi informasi yang salah tidak ditentukan oleh tingkat sekolah, jenis kelamin, dan usia. Bisa dibilang, baik remaja maupun dewasa sama-sama rentan terhadap informasi yang salah.

    Oleh karena itu, Nadia mengingatkan, pemerintah untuk mengembangkan kurikulum literasi digital praktis untuk siswa. Keterampilan langsung ini akan membantu siswa memproses dan memverifikasi informasi, sehingga membantu mereka memahami materi sekolah mereka dengan lebih baik dan menjadi pembuat keputusan yang lebih baik dalam kehidupan.

    Sebagaimana tercermin dalam pandemi Covid-19 ini, sangat penting bagi setiap orang untuk dapat berbagi informasi yang baik dari sumber yang dapat dipercaya. Keahlian literasi digital akan mencegah kepanikan massal dan membantu upaya penanggulangan penyebaran Covid-1 di Indonesia.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here