DEPOK, KabarKampus – Berdasarkan hasil survei yang dilakukan tim Panel Sosial untuk Kebencanaan menghasilkan bawah sebanyak 92.8 persen responden mendukung karantina wilayah. Studi Sosial Covid-19 tersebut dilakukan terhadap 4.823 responden dengan 78,8% diantaranya tinggal di Pulau Jawa.
Dicky Pelupessy, S.Psi., M.DS., Ph.D., peneliti Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) yang tergabung dalam Tim Panel Studi Sosial COVID-19 menuturkan, karantina wilayah yang dimaksud dalam survei ini meliputi pembatasan keluar dan masuk suatu wilayah, sebagai tambahan kebijakan sebelumnya yaitu menjaga jarak, perlindungan diri dan diam di rumah. Dari hasil survei tersebut menunjukkan adanya harapan masyarakat akan totalitas kebijakan untuk meredam penyebaran virus.
“Dukungan publik yang tinggi terkait karantina wilayah dapat menjadi salah satu pilihan progresif untuk mengatasi COVID-19. Saatnya sekarang, pemerintah dan pemerintah daerah dapat mengambil keputusan yang cepat dan tepat untuk mempercepat pemutusan rantai COVID-19,” ungka Dicky yang juga merupakan Wasekjen Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) ini, Sabtu, (02/05/2020).
Berkenaan dengan pertanyaan seputar efektivitas anjuran pemerintah, sebanyak 47,3% responden menyatakan diam di rumah paling efektif dibandingkan anjuran jaga jarak dan perlindungan diri. Di sisi lain, meskipun anjuran untuk diam di rumah dianggap paling efektif, desakan ekonomi yang tinggi dapat juga mendorong masyarakat untuk keluar rumah.
Sesuai dengan hasil survei juga, sebanyak 39,1% responden meyakini bahwa kebijakan yang tegas dari pemerintah dianggap bisa menekan laju penyebaran COVID-19. Masyarakat melihat pentingnya penegakan dan pendisiplinan mengikuti kebijakan.
Survei tersebut juga mendapatkan, sebanyak 44,8% responden menyatakan cakupan karantina wilayah ada pada tingkat kota atau kabupaten. Sedangkan 29,8% menyatakan cakupan karantina wilayah ada di tingkat provinsi.
Namun dari survei tersebut, harapan terbesar responden kepada pemerintah adalah melalui pemberian bantuan logistik dan finansial, baik oleh pemerintah pusat (28,7%) maupun oleh pemerintah daerah (28,1%) saat diberlakukan karantina wilayah. Persepsi masyarakat tentang karantina wilayah, meliputi: larangan keluar masuk wilayah selama periode tertentu (37,5%), penutupan bandara/pelabuhan/terminal/stasiun (23,4%), pelarangan keluar rumah tanpa tujuan jelas (22,4%), serta penutupan tempat perdagangan, kecuali tempat perdagangan makanan pokok dan obat-obatan (15,2%).
Survei yang dilakukan oleh Tim Panel Sosial Kebencanaan ini dilakukan secara daring pada tanggal 29-31 Maret 2020. Sebanyak 97,1% responden mengetahui istilah karantina wilayah. Sebanyak 69,3% mengaku cukup memahami istilah tersebut, dengan 35.1% responden mengetahui dari sosial media, sedangkan 34,4% mengetahui dari media berita online.
Panel Sosial untuk Kebencanaan ini terdiri atas peneliti kebencanaan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), UI, Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Politeknik Statistika Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, U-INSPIRE, serta Jurnalis Bencana dan Krisis Indonesia.
Studi yang telah dilakukan meliputi tiga aspek, yaitu keterbukaan informasi COVID-19, mobilitas dan transportasi, serta perspektif masyarakat terhadap karantina wilayah. Studi Sosial COVID-19 didukung oleh Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).[]