More

    Penggunaan Masker Tidak Cukup Menekan Kasus Covid-19 di Indonesia

    Jumlah pertambahan kasus positif COVID-19 di Indonesia terus meningkat tajam. Jumlah kasus hingga hari ini mencapai 203.342 orang.


    Sulfikar Amir. PhD, Social Resilence dari Nanyang Tecnological University mengatakan, kasus covid-19 Indonesia cukup tinggi, karena intervensi sosial untuk mencegah penyebaran Covid-19 tidak efektif. Hal itu karena, pemerintah berusaha menaikkan pertumbuhan ekonomi dan menjaga kesehatan publik secara bersamaan.

    Menurutnya, kebijakan ini tidak bisa dilakukan, karena ketika jumlah kasus naik, itu berkorelasi negatif dengan tingkat pertumbuhan saat ini. Terbukti secara emperis pada triwulan kedua ekonomi Indonesia, sudah mines 5,32 persen.

    - Advertisement -

    “Pemerintah menginginkan ekonomi dan kesehatan berjalan berbarengan, namun kenyataannya jalan hanya untuk untuk satu kendaraan. Sehingga sangat mustahil dan tidak mungkin dilakukan,” ungkapnya dalam konferensi pers secara daring yang digelar Laporcovid19.org, Rabu, (09/09/2020).


    Selain itu, tambahnya, kebijakan tersebut juga melangar prinsip universal kesehatan publik. Padahal seharusnya, ketika jalan hanya cukup untuk satu kendaraan, maka kesehatan harus di depan dan ekonomi di belakang.

    “Hanya dengan melakukan ini Indonesia mampu melewati jalur pandemi dengan aman,” ungkapnya.

    Amir mengungkapkan, bila ingin kurva ekonomi naik, maka kurva corona harus turun secara siknifikan. Agar turun, caranya seperti yang para Epidemiolog sarankan adalah dengan melakukan intervensi sosial secara ketat dan ini adalah jalan satu-satunya.

    Oleh karena itu, yang harus jadi fokus pemerintah adalah intervensi sosial yang ketat. Intervensi ini sangat besar dampaknya untuk menghentikan laju Covid-19.

    Amir sendiri membagi intervensi sosial menjadi dua, yakni kolektif dan individu. Untuk kolektif, mulai dari pembatasan sosial berskala besar, penutupan sekolah, tempat kerja, dan penututpan ruang publik. Intervensi sosial pada level kolektif ini, memiliki dampak yang sangat kuat untuk menekan laju penularan.

    Sementara itu, untuk intervensi sosial skala individu, mencakup protokol kesehatan. Intervensi kedua ini hanya bersifat menemani, bukan yang utama, apalagi saat ini laju penularan bearada padatingkat yang sangat tinggi.


    “Jumlah kasus di Indonesia saat ini mencapai 200 ribu. Kita perlu mencatat dari 100 ribu menuju 200 ribu Itu membutuhkan waktu 43 hari. Lalu apakah kita akan menunggu sampai puncak kasus corona?” tanya Amir.

    Menurut Amir, sangat tidak bijak bila hanya menunggu dan melihat apa yang terjadi. Karena ini sudah menjadi tanggung jawab pemerintah dan seluruh elemen masyarakat agar bencana segera dimitigasi dan jumlah korban dihindar.

    “Artinya butuh intervensi sosial yang lebih ketat agar ada penurunan sejumlah kasus sehingga pada tingkat tertentu kita dalam kondisi aman,” terangnya.

    Bila sudah melakukan intervensi sosial secara kolektif dan angkanya sudah terkontrol barulah kita mengadakan intervensi sosial pada level individu.

    Masalah yang Ada

    Namun menurut Amir, yang menjadi masalah adalah pemerintah mengatakan tidak akan melakukan lock down atau PSBB, karena masker dianggap cukup untuk menekan penularan covid-19. Padahal di tengah laju covid-19 yang sangat ketat protokol kesehatan tidak cukup menekan laju penularan covid-9.

    Secara prinsip lanjut, Amir, virus tidak bergerak dan setiap orang tidak akan menggunakan masker selama 24 jam dalam sehari. Ada saatnya mereka melepas masker, seperti saat tidur atau saat ngobrol. Pada saat inilah transmisi terjadi dengan sangat efektif

    “Jadi transimisi terjadi pada skala mikro di rumah tangga atau di tempat kerja, antara satu hingga dua orang. Jadi Penggunaan masker tidak cukup, ketika situasi penularan berlangsung dengan sangat masif. Dan satu cara adalah dengan membatasi pegerakan orang,” tegas Amir.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here