SEMARANG, KabarKampus – Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang ( FH Unnes) akhirnya mencabut status dirumahkan atau skorsing Frans Josua Napitu, Mahasiswa FH Unnes. Keputusan tersebut diberlakukan sejak 28 Desember 2020.
Surat pencabutan skorsing Frans Josua disampaikan Dr. Rodiyah, Dekan FH Unnes dalam surat jawaban yang ditujukan kepada Rektor Unnes. Dalam surat tersebut Dekan menyatakan, status beserta hak dan kewajiban akademik mahasiswa Frans Josua Napitu dipulihkan seperti semula.
“Perihal surat Rektor Nomor T/8376//UN37/KM/2020 tanggal 22 Desember 2020 terkait perintah untuk mencabut dan menyatakan tidak berlaku surat keputusan Dekan Nomor 7677/UN37.1.8/HK/2020. Maka berdasarkan komunikasi yang baik dengan Bapak Pordinan dan perkenannya dalam mendidika Frans Josua Napitu, bersama ini diputuskan Frans Josua Napitu dapat melaksanakan kembali kegiatan akademik sesuai hak dan kewajibannya sebagaimana semula, terhitung sejak surat ini diterbitkan,” tulis Dekan Rodiyah, (28/12/2020).
Frans merupakan mahasiswa yang pada pertengahan November lalu di pulangkan oleh Dekan FH Unnes ke orang tuanya pada tanggal (16/11/2020). Dalam surat Dekan tersebut, Frans dianggap terlibat dengan Organiasi Papua Merdeka (OPM).
Ignatius Radit, anggota Tim Advokasi Untuk Keadilan Frans dan Gerakan Melawan Pembungkaman Akademik (GEMPA) menjelaskan, keputusan ini bukanlah menjadi akhir perjuangan. Sebab, masih terdapat beberapa catatan kritis yang harus menjadi perhatian.
Menurut Radit, dalam menindak lanjuti surat jawabab kepada Rektor Unnes tersebut, Dekan masih haru mengeluarkan surat keputusan yang baru. Surat tersebut untuk mencabut surat keputusan yang sebelumnya agar memiliki kekuatan tetap.
Kemudian lanjut Radit, selain penerbitan SK yang baru, Dekan FH Unnes harus menyertakan juga hasil temuan serta rekomendasi dari Kemendikbud sebagai dasar pencabutan. Sehingga pencabutan SK terdahulu bukanlah murni hasil kebijaksanaan Rektor Unnes, melainkan atas hasil rekomendasi dari Kemendibud yang sebelumnya telah melakukan investigasi untuk mengumpulkan fakta dalam kasus ini.
“Berkenaan dengan hal tersebut, maka Rektor serta Dekan FH Unnnes harus menyampaikan klarifikasi serta permintaan maaf secara terbuka atas kekeliruan, kesewenangan dan beberapa tuduhan tidak berdasar yang ditujukan kepada Frans Josua Napitu,” tegas Radit.
Kemudian tambahnya, perlu adanya jaminan dan komitmen untuk menjamin kebebasan akademik dan ruang demokrasi didalam lingkungan Unnes. Sehingga siapapun tidak menjadi korban pemberangusan demokrasi di waktu yang akan datang.
Radit dan teman-teman berharap kasus ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran, serta senantiasa secara bersama-sama menjaga terselenggaranya kebebasan akademik dan ruang demokrasi di lingkungan kampus. Baginya sudah seharusnya kampus mejadi ruang aman untuk memproduksi nalar kritis dan wadah berekspresi bagi civitas akademika nya.[]