JAKARTA, KabarKampus – Sejumlah organisasi menyatakan menolak kebijakan pemerintah yang bakal memberikan pelonggaran terhadap pajak mobil baru. Mereka menilai, pelonggaran ini memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan diskriminatif.
Menurut mereka, langkah pelonggaran tersebut menegaskan, pemerintah memang tak peduli terhadap upaya mengatasi rusaknya lingkungan. Kemudian pemerintah juga tak peduli terhadap, besarnya biaya kesehatan masyarakat, masalah kehidupan perkotaan yang tak layak huni dan buruknya keselamatan di jalan raya.
Kemudian, pelonggaran ini juga mereka nilai bersifat elitis, diskriminatif dan tak adil untuk sektor ekonomi yang lain. Masih ada sektor yang lebih berpeluang untuk menggerakkan ekonomi tanpa menimbulkan dampak negatif, atau bidang kehidupan yang lebih menyokong pemerataan.
Pernyataan ini disampaikan oleh B2WIndonesia, GreenpeaceID, itdpindonesia, dan RujakRCUS. Pernyatan bersama kepada media ini disampaikan pada Senin, (15/02/2021).
“Sebagai respons terhadap rencana dispensasi pajak penjualan barang mewah untuk mobil baru, kami mendesak rencana ini dibatalkan, dan pembahasan aturannya dihentikan,” kata Poetoet Soejardanto, Ketua Komunitas Bike To Work.
Poetoet mengatakan, selama ini, kendaraan bermotor menjai penyumbang emisi gas beracun terbesar. Seperti di Jakarta yang angkanya mencapai 75 persen.
Dari data global alliance and health and pollution tahun 2019 kata Poetoet menyebutkan, polusi udara menjadi penyebab 123 ribu kematian dalam setahun. Kemudian emisi gas tersebut juga mengakibatkan krisis iklim yang saat ini menjadi masalah global.
“Melalui Paris Agreement yang telah diratifikasi menjadi Undang-undang No.16 Tahun 2016, Indonesia telah berkomitmen ikut mengurangi emisi gas hingga 29 persen pada 2030. Tapi janji ini hanya bisa dipenuhi jika ada tindakan drastis. Meningkatkan jumlah penjualan mobil jelas tidak termasuk di dalamnya,” terang Poetoet.
Selanjutnya Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greepeace manambahkan, selain masalah polusi udara, kendaraan bermotor juga mengakibatkan masalah kemacetan. Bahkan hingga saat ini belum pernah bisa dikendalikan.
“Alih-alih serius menggeser penggunaan kendaraan bermotor pribadi ke angkutan massal dan moda transportasi ramah lingkungan, dan mendukung mobilitas aktif, pemerintah terus membangun jalan, melebarkan, dan mengadakan jalan tol dan jalan laying dalam kota,” terang Bondan.
Bagi mereka, pelonggaran pajak kendaraan bermotor mungkin bisa menaikkan produksi dan menggairahkan industri otomotif yang berguna bagi perekonomian di tengah pandemi seperti yang diklaim Menteri Airlangga. Namun berapapun nilainya, tak akan sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan akibat pembiaran negara yang menggantungkan kehidupan pada kendaraan bermotor.
Seharusnya, kata Bondan, dana program pemulihan ekonomi nasional, tidak digunakan sebagai talangan bagi hilangnya pajak penjualan mobil atau subsidi kepada pembeli mobil. Dana tersebut dapat disalurkan untuk kegiatan pemulihan berkelanjutan.
“Kami berpendirian pemerintah harus bisa memilih tindakan yang lebih baik selain diskon pajak penjualan mobil,” ungkap Bondan.[]
“Kami berpendirian pemerintah harus bisa memilih tindakan yang lebih baik selain diskon pajak penjualan mobil,” ungkap Bondan.
@B2WIndonesia
@GreenpeaceID
@itdpindonesia
dan
@RujakRCUS