Oleh: Iswadi Syahrial Nupin, S.Sos; M.M*
Bicara tentang Tan Malaka tidak terlepas dari revolusi fisik 1945 s.d 1949 dalam perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tan Malaka dianggap oleh sebagian pemerhati sejarah sebagai sosok yang kontroversial. Ia dianggap komunis pro Moskow. Ada pula yang menuduhnya sebagai penganut Trotskisme. Tuduhan itu terjadi ketika dia memutuskan keluar dari komintern. Lawan politiknya, Musso lebih sadis lagi. Musso bahkan ingin menggantung Tan Malaka karena dianggap perusak perjuangan kaum marxis leninis.
Tan Malaka wafat tujuh puluh empat tahun yang lalu. Tepatnya 21 Februari 1949. Ia tewas akibat dieksekusi oleh pasukan dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya, di Selopanggung, Kediri, Jawa Timur. Perintah itu datang dari Letda Soekotjo, kelompok sayap kanan yang beropini bahwa Tan Malaka harus dihabisi. Opini ini didasari oleh aksi-aksi yang dilakukan oleh laskar Tan Malaka, Persatuan Perjuangan, dianggap mengganggu jalannya perundingan antara Indonesia dengan Belanda.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kedaulatan berasal kata dasar daulat, yang memiliki makna yakni kekuasaan, pemerintahan. Dengan kata lain, kedaulatan adalah kemampuan suatu pihak menerapkan aturan di wilayah teritorialnya. Kedaulatan dibagi menjadi dua bagian yaitu kedaulatan ke luar dan ke dalam.
Sisma AF (2022) menjelaskan bahwa kedaulatan ke luar adalah kekuasaan paling tinggi yang berada pada suatu negara untuk mengadakan hubungan dengan negara lain serta mempertahankan wilayahnya dari ancaman luar. Penguasa pada negara tersebut berperan melindungi negaranya dari ancaman luar negeri. Kedaulatan ke dalam adalah kewenangan penguasa mengatur urusan internal negara. Pengertian lainnya yakni kedaulatan ke dalam merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara mengatur fungsi lembaga dalam negara.
Konstitusi mengatur tentang kedaulatan ke luar berdasarkan pada Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945, yaitu: Ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pasal 11 ayat (1), berbunyi : Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain. Kedaulatan ke dalam dapat dilihat dari peraturan perundang-undangan yang dibuat dan disahkan oleh pemerintah dalam mengatur masyarakat.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>