
MAKASSAR, KabarKampus – Wakil Presiden Mahasiswa Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Alauddin Makassar (DEMA UINAM), Zafira Zalsabila M, memberikan kritik keras terhadap kebijakan efisiensi anggaran yang diberlakukan oleh kampus UIN Alauddin Makassar.
“Kebijakan efisiensi anggaran, seharusnya dapat menjadi langkah strategis untuk mengoptimalkan pengelolaan dana dan meningkatkan akuntabilitas dalam tata kelola kemahasiswaan. Dalam praktiknya, efisiensi ini diberlakukan secara sepihak tanpa keterlibatan penuh unsur mahasiswa,” ujar Zafira Zalsabila M. dalam rilisnya yang diterima Kabar Kampus (15/6/2025).
Ia menanggapi efisiensi anggaran Lembaga kemahasiswaan hingga 0% ini menjadi aturan yang melengkapi pembatasan gerak Lembaga Kemahasiswaan. Di antara 12 poin kebijakan efisiensi anggaran dalam surat edaran (SE) sekretaris jenderal kementerian agama nomor 12 tahun 2025 tidak ada satupun poin yang mengarahkan efisiensi anggaran Lembaga kemahasiswaan.
Menurutnya Efisiensi anggaran ini diberlakukan tanpa akuntabilitas yang memadai, dan justru menimbulkan dampak sistemik terhadap kinerja kelembagaan, partisipasi mahasiswa, serta ruang kebebasan berekspresi yang seharusnya menjadi jantung kehidupan akademik.
“Dengan adanya kebijakan efisiensi anggaran ini Lembaga Kemahasiswaan justru dituntut untuk lebih aktif, kreatif, dan produktif dengan sumber daya yang kian terbatas, dibalik itu kita juga dibatasi dalam hal ruang gerak serta hak kebebasan sipil kita” Lanjut Zafira.
Zafira juga menyoroti aturan kampus UINAM yang sudah berlaku terlebih dahulu seperti larangan aktivitas malam di kampus dan Surat Edaran (SE) nomor B-3652/Un.06/WR.3/KM.00.2/10/2023 yang dianggap sebagai bukti nyata pembungkaman terhadap kebebasan sipil serta ruang gerak mahasiswa.
Wakil Presiden Mahasiswa UINAM ini menyatakan jika kebijakan efisiensi anggaran, pembatasan aktivitas malam, dan represi terhadap kebebasan berpendapat terus dinormalisasi, ini merupakan gejala menuju konstruksi kampus yang kering secara ide, steril secara politik, dan tumpul secara sosial.
“Ini bukan hanya soal alokasi dana, tetapi tentang arah kebijakan yang mencerminkan bagaimana institusi memandang peran mahasiswa: apakah sebagai mitra strategis dalam pembangunan intelektual kampus, atau sekadar pelengkap administratif dalam laporan kegiatan,” pungkasnya.






