
Kabar duka kembali menyelimuti dunia kesehatan di Gaza. Dr. Marwan Al-Sultan, seorang dokter spesialis jantung dan mantan direktur Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahiya, tewas dalam serangan udara Israel pekan lalu. Kepergiannya menambah daftar panjang tenaga medis Palestina yang gugur selama 21 bulan perang yang telah melumpuhkan sistem kesehatan di Gaza.
Al-Sultan dikenal sebagai satu dari hanya dua ahli jantung yang tersisa di Gaza sebelum wafatnya. “Dengan kepergian Dr. Marwan, ribuan orang akan kehilangan akses vital terhadap perawatan,” ujar Dr. Mohammed Abu Selmia, sahabat dekat dan Direktur Rumah Sakit Al-Shifa, seperti dikutip dari Arab News.
Sebuah foto yang diambil pada 2022 menunjukkan Al-Sultan bersama 31 dokter senior lainnya saat wisuda mahasiswa kedokteran Universitas Islam Gaza. Dari jumlah itu, setidaknya lima orang kini telah wafat akibat serangan udara atau dalam tahanan Israel.
Di antara mereka adalah Dr. Adnan Al-Brush, kepala ortopedi RS Al-Shifa, meninggal dalam tahanan Israel, Dr. Hammam, ahli ginjal, tewas bersama keluarganya dalam serangan udara pada November 2023, Dr. Mohammed Dabbour, ahli patologi kanker pertama di Gaza, gugur pada Oktober 2023 bersama ayah dan putranya, dan Dr. Rafat Lubbad, spesialis penyakit autoimun, tewas pada November 2023 bersama tujuh anggota keluarganya.
Kematian mereka merupakan kehilangan besar tak hanya bagi pasien, tapi juga bagi pendidikan medis di Gaza. Al-Sultan dikenal tak gentar meski rumah sakitnya diserang. Ia memilih bertahan di Rumah Sakit Indonesia saat fasilitas itu berada dalam kepungan dan serangan militer Israel.
Dalam salah satu video yang diunggah pada Mei 2024, ia berkata, “Kami akan terus bertahan demi pasien, pekerjaan, dan rakyat kami.” Padahal, menurut rekannya, Dr. Mohammed Al-Assi, Al-Sultan memiliki banyak kesempatan untuk berkarier di luar negeri setelah menyelesaikan studi di Yordania.
Namun pada 2019, ia memilih kembali ke Gaza dan menjadi teladan bagi teman-temannya. Dr. Al-Sultan tewas saat sebuah misil menghantam apartemen lantai tiga tempat ia tinggal bersama keluarganya di Tal Al-Hawa, Kota Gaza. Istrinya, seorang putri, dan menantunya turut tewas. Hanya satu putrinya, Lubna, yang selamat.
Menurut saksi mata dan kolega, serangan itu hanya menghancurkan unit yang ia tinggali—menimbulkan dugaan bahwa ini bukanlah “kerusakan sampingan”. “Itu bukan kebetulan,” tegas Dr. Hadiki Habib, pimpinan lembaga kemanusiaan Indonesia yang mendirikan RS Indonesia.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>






