More

    Batas Antara Hidup dan Mati di Garis Kuning Gaza

    Infografis via DD Geopilitic.

    Di Jalur Gaza, sebuah garis kuning kini menjadi simbol pemisah antara kehidupan dan kematian. Garis ini menandai sekitar 53 persen wilayah Gaza yang saat ini berada di bawah kendali pasukan Israel. apakah ini upaya pendudukan Gaza secara permanen oleh Israel? Warga Palestina yang mencoba menyeberanginya kerap menjadi sasaran tembakan.

    Awalnya, tidak ada penanda yang menunjukkan keberadaan garis ini. Banyak warga bahkan tidak mengetahui bahwa wilayah mereka telah dibatasi. Namun kini, pasukan Israel mulai memasang papan peringatan dan rambu-rambu yang menandai lokasi garis kuning tersebut, disertai larangan keras bagi warga Palestina untuk melintas.

    Bagi sebagian warga, rumah dan tanah mereka berada di balik garis kuning. Banyak yang berusaha kembali sekadar untuk memeriksa kondisi rumah, namun beberapa di antaranya justru kehilangan nyawa. Tragedi terbaru menimpa keluarga Abu Shaaban, 11 anggotanya tewas setelah tanpa sengaja melintasi garis kuning dan ditembaki oleh pasukan Israel pada Jumat (17/10).

    - Advertisement -

    Kekerasan tidak hanya terjadi di Gaza. Di wilayah Tepi Barat yang diduduki, pemukim Israel dilaporkan membakar tiga tenda milik warga Palestina di Masafer Yatta, selatan Hebron. Menurut kantor berita Wafa, tenda-tenda tersebut kosong ketika dibakar, namun aksi itu menambah panjang daftar kekerasan terhadap warga Palestina di wilayah pertanian.

    Para pemukim bersenjata juga terus menggembalakan ternak dan mencabut pohon-pohon di lahan warga Palestina. Serangan semacam ini, terutama saat musim panen, telah menjadi kejadian rutin setiap tahun. Reporter Al Jazeera, Nida Ibrahim, menyebut bahwa para pemukim “semakin terorganisir dan sistematis,” sementara pasukan Israel kerap membiarkan aksi-aksi itu berlangsung tanpa intervensi.

    Yahya al-Araj, salah satu warga yang pernah menjadi korban, mengatakan bahwa para pemukim datang setiap tahun untuk membakar atau mencabut pohon dari akarnya.

    “Selama lima tahun berturut-turut mereka melakukan hal itu. Hingga akhirnya, tanah kami diambil alih dan kini mereka mendirikan permukiman di atasnya,” ungkapnya seperti dikutip dari Al-Jazeera.

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    3 COMMENTS

    1. Garis kuning itu bukan sekadar batas wilayah tapi batas antara hidup dan mati, antara harapan dan keputusasaan.
      Membaca kisah keluarga Abu Shaaban dan penderitaan warga Gaza, rasanya seperti menyaksikan kemanusiaan perlahan dihapus dari peta dunia.
      Sudah habis kata-kata untuk menggambarkan derita mereka… namun kita tidak boleh berhenti bersuara.
      Sebab diam adalah bentuk lain dari menyerah.

    2. Yaa Allah, betapa beratnya penderitaan mereka.
      Malu rasanya menjadi manusia yang tak berbuat sesuatu di hadapan mereka.

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here