
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengecam keputusan Knesset Israel yang menyetujui rancangan undang-undang untuk menganeksasi sebagian wilayah Tepi Barat yang diduduki dan mengklaim kedaulatan Israel atas wilayah tersebut.
Langkah ini dinilai sebagai pelanggaran nyata terhadap hukum internasional, resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), serta pendapat hukum dari Mahkamah Internasional (ICJ). Dalam pernyataan resminya, OKI menegaskan bahwa undang-undang tersebut, bersama dengan legislasi lain yang melegalkan pemukiman ilegal, merupakan ancaman serius bagi prospek solusi dua negara dan perdamaian jangka panjang di kawasan Timur Tengah.
OKI juga menegaskan bahwa wilayah Palestina yang mencakup Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur merupakan satu kesatuan geografis, sehingga klaim kedaulatan Israel atas wilayah tersebut tidak memiliki dasar hukum dan batal demi hukum.
Lebih lanjut, OKI mengapresiasi pendapat hukum Mahkamah Internasional yang menegaskan kembali kewajiban hukum dan kemanusiaan Israel berdasarkan hukum internasional, termasuk pentingnya memastikan akses bagi lembaga-lembaga kemanusiaan seperti UNRWA.
OKI menyerukan agar Dewan Keamanan PBB dan komunitas internasional segera mengambil langkah tegas untuk menghentikan pelanggaran ini, karena dianggap merusak stabilitas regional dan mengancam keadilan global. Kritik juga datang dari Wakil Presiden Amerika Serikat J.D. Vance, yang menyebut langkah Knesset tersebut sebagai tindakan politik yang sangat bodoh.
Vance menyampaikan komentarnya di Bandara Ben Gurion, sebelum meninggalkan Israel, seraya mengaku “terkejut dan tersinggung secara pribadi” atas tindakan itu. “Saya diberitahu bahwa ini hanyalah aksi politik tanpa dampak praktis, semata simbolik. Namun tetap saja, ini langkah yang tidak perlu dan bisa memperburuk situasi,” ujar Vance seperti dikutip dari Y Net.
Ia menegaskan bahwa kebijakan pemerintahan Trump tetap menolak aneksasi wilayah Tepi Barat oleh Israel dan tidak ada perubahan terhadap posisi resmi tersebut. Rancangan undang-undang itu diperkenalkan oleh Avi Maoz, anggota partai ultranasionalis Noam, dan lolos dengan suara tipis 25–24 pada Rabu (22/10), meski Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah meminta agar pemungutan suara ditunda.
Dukungan dari anggota Likud Yuli Edelstein yang kemudian dicopot dari jabatannya di Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan—menjadi faktor penentu kelolosan tahap awal RUU ini. Selain itu, RUU lain yang diajukan oleh Avigdor Liberman untuk menganeksasi permukiman Ma’ale Adumim juga berhasil lolos pada pembacaan awal, menambah tekanan politik terhadap Netanyahu.
Hubungan AS–Israel Menegang?
Bersambung ke halaman selanjutnya –>






