
Situasi di Gaza kembali memanas dan menyisakan luka mendalam bagi kemanusiaan. Francesca Albanese, Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk wilayah Palestina yang diduduki, menuding banyak negara berperan dalam genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza.
Dalam laporannya berjudul “Gaza Genocide: A Collective Crime” yang dipresentasikan di Sidang Umum PBB, Selasa (28/10), Francesca menilai bahwa dunia internasional telah gagal secara moral dan politik. Ia menyebut Gaza sebagai wilayah yang kini dicekik, dibuat kelaparan, dan dihancurkan.
Laporan setebal 24 halaman itu menelusuri keterlibatan 63 negara yang dianggap mendukung atau menutup mata terhadap tindakan militer Israel di Gaza dan Tepi Barat. “Melalui tindakan melanggar hukum dan pembiaran yang disengaja, terlalu banyak negara justru melindungi apartheid militer Israel, membiarkan kolonialisme pemukimannya berubah menjadi genosida, kejahatan tertinggi terhadap rakyat asli Palestina,” kata Francesca seperti dikutip dari Al Jazeera.
Francesca menilai, genosida ini tidak berdiri sendiri. Dukungan diplomatik, militer, hingga ekonomi dari sejumlah negara terutama Amerika Serikat (AS) membuat kekerasan di Gaza terus berlanjut. AS disebut telah menggunakan hak veto di Dewan Keamanan PBB sebanyak tujuh kali, menghalangi upaya gencatan senjata dan resolusi penghentian kekerasan.
Negara Barat lain juga dinilai ikut bermain aman dengan abstain atau melemahkan rancangan resolusi yang menuntut penghentian perang. Meski bukti kekerasan makin jelas, sejumlah negara masih memasok senjata ke Israel. Amerika Serikat baru saja menyetujui paket bantuan pertahanan senilai $26,4 miliar, sementara Jerman menjadi eksportir senjata terbesar kedua ke Israel mulai dari kapal fregat hingga torpedo.
Inggris juga dilaporkan telah melakukan lebih dari 600 misi pengintaian udara di atas Gaza sejak perang dimulai pada Oktober 2023. Tak hanya Barat, beberapa negara Arab yang sudah menandatangani kesepakatan normalisasi hubungan dengan Israel pun dikritik.
Mesir, misalnya, tetap menjalin kerja sama energi dan keamanan sambil menutup akses kemanusiaan di perbatasan Rafah. Di tengah laporan ini, serangan udara besar-besaran kembali diluncurkan Israel, Rabu (23/10), meski status gencatan senjata masih berlaku.
Serangan tersebut menewaskan lebih dari 100 warga Palestina, hampir separuhnya adalah anak-anak. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 46 anak dan 20 perempuan menjadi korban, sementara sekitar 600 orang terluka akibat pemboman semalam penuh.
Basal menuturkan, tim penyelamat masih terus mencari korban di reruntuhan dengan peralatan dan bahan bakar terbatas, sementara rumah sakit kewalahan menerima pasien kritis. “Apa yang terjadi semalam adalah kejahatan kolektif terhadap rakyat kami,” ujar Mahmoud Basal, juru bicara Pertahanan Sipil Gaza, kepada media The New Arab.
Gencatan Senjata yang Tak Pernah Nyata
Bersambung ke halaman selanjutnya –>







Ternyata kolonialisme masih mengakar dengan kuat di dunia… terbukti dari pendukung genosida oleh 63 negara di dunia… mereka itu kafirun, munafikun, dholimun, serakahun, Hubud dunyaun, dan segala bentuk keburukan akhlak bahkan menuju ke kebejatan moral …mereka bersatu padu dalam kejahata…maka janji Allah SWT dalam Al Qur’an mereka semua akan digiring ke neraka paling dasar… hasbunallah wa’nimal wakil ni’mal maula wa niman nasyiir…
Ini fakta, negara negara yg masih menjalin kerjasama dengan Israel adalah pendukung GENOSIDA, walaupun mereka tidak ada hubungan diplomatik tapi masih menjalin hubungan dagang dengan Israel adalah pendukung GENOSIDA, saya mohon kepada pemerintah Indonesia, tolong hentikan perdagangan dengan Israel, rakyat Indonesia berteriak untuk kemerdekaan Palestina tapi pemerintah nya tutup mata, sangat memperihatinkan, kalau pun ingin melakukan aksi mendukung palestina harusnya di adakan di depan istana merdeka bukan di depan Kedubes AS, yg harus kita ketuk hatinya adalah pemerintahan kita ,bukan AS, karena AS adalah kepalanya kita harus melumpuhkan kaki tangan nya dahulu, jika kaki tangan nya lumpuh maka kepala pun akan tidak bisa berbuat apa-apa, hidup Palestine
Ini sudah bukan lagi oknum pejabat tapi semua pejabat terlibat dalam genosida di Palestina bahkan Sudan dan Congo. Betapa teknologi jika tidak digunakan dengan bijak dapat merusak rasa kemanusiaan dan logika sehat kita.
Israel pengecut hanya berani pada anak2 dan wanita yg tak bersenjata
Israel pembohong tdk menepati penjanjian genjatan senjata
Kebenaran akhirnya terungkap. Dunia tak bisa lagi pura-pura buta terhadap genosida di Gaza.
ya, biang keladinya itu konspirasi bersama para pemain dan brutus atas nama kolonialis dan imperialis.
Tak ada yang berjalan sendiri, para tiran bersinergi demi eksistensi mendominasi dunia.
Mereka lupa, bahwa proses keseimbangan saat ini menunjukkan bahwa kocok ulang dunia menuju tatanan multipolar sedang menanjak naik grafiknya dan ini suatu keniscayaan.
Sejarah akan mencatat bahwa mereka yang kerkomplot dalam kezaliman akan mendapatkan ganjaran yang setimpal.
Persatuan Poros Perjuangan telah menemukan dan tetap mempertahankan momentum dalam meraih cita cita perubahan dunia dengan Kerja Sama lebih adil, Bijaksana dan Seimbang Melawan Unilateralisme.
Panjang Umur Palestina
Siapa saja yang tidak mau mengikuti aturan sebelah mata maka akan di bumi hangus_kan..
.
.
Dan kemanusiaan mereka adalah mereka yang merasa lebih baik dari manusia yang lain..(jelak iblis)mahluk terlaknat ☝️
Ayatullah Ali Khamene’i pernah mengatakan bahwa status kepemimpinan itu sangat berat dan tidak layak dipegang oleh orang yang menginginkannya.
Jelasnya, prihal kepemimpinan yang tidak boleh berasas dari keinginan pribadi memang relevan. Rata-rata pemimpin dunia saat ini adalah berasal dari orang-orang yang ingin berjaya (sukses) untuk dirinya pribadi dengan jubah “for the people”.
Alhamdulillah, hari ini kita menyaksikan angin segar di politik Internasional, dimana Amerika (New York) memiliki kepemimpinan yang valid. Beliau (Zohran Mamdani) adalah seseorang yang mengambil tonggak kepemimpinan atas dasar luka batin bersama yang ia alami sebagai imigran, Muslim, dan orang terbelakang.
Beliau “harus” mengambil kepemimpinan karena rakyat New York menjerit. Dan harapannya, kemenangan beliau merupakan langkah awal dari runtuhnya imperialisme/kolonialisme Amerika Serikat.