Frino Bariarcianur
BANDUNG,KabarKampus—Masih ingat ledakan kilang minyak Montara PTTEP milik Australia di perairan Laut Timor? Dua tahun lebih berlalu akibat ledakan itu, kondisi perairan Indonesia berantakan. Kini setidaknya ada titik terang penyelesaian.
Beberapa hari lalu (Jumat-Minggu, 11-13/11/11) Society of Petroleum Engineers Universitas Indonesia (SPE UI) mengadakan kompetisi studi kasus akan aspek teknis, ekonomi, dan hukum mengenai insiden ini. Kompetisi yang mencari solusi dampak dari ledakan kilang minyak Montara menuntut pengetahuan multidisiplin.
Diikuti sejumlah universitas terkemuka di Indonesia dan Malaysia. Diantaranya Universiti Teknologi Malaysia, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, serta Universitas Pembangunan Nasional.
Tidak main-main, peserta harus: (1) memahami aspek teknis pertumpahan minyak di perairan laut; (2) menghitung nominal klaim ganti rugi yang harus diajukan pemerintah Indonesia kepada pemerintah Australia dan PTTEP Australia; serta (3) merumuskan tindak lanjut yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia, baik dalam aspek hukum maupun sosial.
Hasilnya mahasiswa ITB memenangkan kompetisi.
Mahasiswa ITB ini mampu menghitung nominal klaim ganti rugi yang didapat dari perhitungan yang ternyata jauh lebih besar daripada nominal yang saat ini diajukan pemerintah Indonesia sebesar 22 triliun rupiah.
Penghitungan klaim ganti rugi ini tidak asal hitung. Mahasiswa juga melihat efek pencemaran laut dari ledakan kilang Montara.
Berdasarkan siaran pers yang dikeluarkan Humas ITB, Yosaka Eka Putranta (Teknik Perminyakan 2009), Fathir Ramadhan (Teknik Industri 2008) dan Rifan Ibnu Rahman (Sekolah Bisnis dan Manajemen 2009), peserta dari ITB menggunakan model matematis yang dikembangkan oleh Dagmar Schmidt Etkin. Menurut mereka, model ini dipilih karena telah mempertimbangkan aspek-aspek spesifik, seperti jenis minyak, sensitivitas habitat, medium yang terkena dampak, serta nilai sosioekonomis habitat.
“Model matematis yang kami pilih dapat mengakomodasi keadaan-keadaan spesifik ini, sehingga meningkatkan akurasi hasil perhitungan,” kata Fathir.
Sayangnya saat ledakan terjadi pada 21 Agustus 2009, Indonesia tidak segera melakukan penelitian mengenai dampak insiden terhadap perekonomian dan lingkungan hidup di sekitar Laut Timor. “Akhirnya, penelitian mengenai dampak insiden dilakukan secara terpisah oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat – red) di Kupang, beberapa lembaga pemerintah, pihak pemerintah Australia, serta pihak perusahaan PTTEP. Tidak jarang penelitian ini memberikan hasil yang berbeda-beda,” kata Yosaka.
Jika hasil kompetisi ini bisa digunakan oleh pemerintah Indonesia dan dianggap akurat maka persoalan klaim kerugian bisa teratasi. Setidaknya ada titik terang untuk menjawab berbagai perbedaan pandangan soal klaim ganti rugi.
Tak cukup sampai di situ, kompetisi ini juga menuntut peserta merumuskan tindak lanjut yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia, baik dalam aspek hukum maupun sosial. Dan tawaran dari tim ITB agar pemerintah Indonesia membentuk joint team dengan pemerintah Australia, LSM Yayasan Peduli Timor Barat, serta PTTEP Australia.
“Setelah joint team dibentuk, dilakukan negosiasi ulang dengan PTTEP Australia. Negosiasi diharapkan memberi hasil lebih baik karena Indonesia memiliki posisi tawar yang lebih tinggi setelah tergabung dalam joint team,” kata Irfan.
Solusi lain, jika negosiasi tidak berjalan, pemerintah Indonesia dapat mengajukan arbitrase kepada pemerintah Australia. Jika mentok juga ajukan penyelesaian melalui lembaga internasional seperti International Court of Justice (ICJ). Jadi jangan dibiarkan kalau PTEEP Australia itu seenaknya membatalkan Mou penyelesaian akibat ledakan kilang Montara.
Kita hanya berharap hasil kompetisi ini bisa membantu penyelesaian akibat dari ledakan kilang minyak Montara milik Australia yang menyebabkan kerusakan alam Indonesia–berdasarkan data Kompas– kena tumpahan 40 juta liter minyak mentah bercampur gas dan kondensat. Mencemari 16.400 km wilayah Laut Timor.
Suatu saat nelayan bisa melaut, petani rumput laut bisa bekerja lagi, ikan-ikan dan binatang laut lainnya bisa berkembang dan kita semua jadi bahagia.[]