Ahmad Fauzan Sazli
Otto Nur Abdullah, Ketua Komnas HAM. FOTO : AHMAD FAUZAN SAZLI
JAKARTA, KabarKampus – Tak sedikit demontrasi yang dilakukan mahasiswa berujung bentrok dengan aparat Kepolisian. Hal ini terjadi karena adanya interaksi antara pihak kepolisan dan mahasiswa yang berujung ke arah kekerasan.
“Dari pihak kepolisian misalkan, saat kami bertanya, mengapa mereka melakukan tindakan brutal. Hal itu karena komandannya tidak berada di depan,” kata Otto Nur Abdullah, ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kepada KabarKampus, Rabu, (12/12/2012).
Menurutnya, pada saat demontrasi terjadi, komandan berada di belakang dan menyerahkan semuanya kepada pasukan. Sehingga ketika terjadi pluktuasi emosional di dalam pasukan, tidak ada kontrol dari komandan. Dan Polisi melakukan tindakan yang melampaui kewenanganya.
Sementara itu menurut Otto, dari pihak mahasiswa juga patut dipertanyakan, apakah mereka memantik dan memicu terjadinya sesuatu hal di luar kewenangan pihak kepolisan.
“Ini berkaitan dengan kekerasan dalam metode demontransi yang digunakan. Misalkan demonstran melempar botol atau kekerasan dalam pengertian verbal,” jelas Otto.
Menurut Otto, dari metode kekerasan yang digunakan, dapat muncul reaksi kekerasan dari pihak kepolisian. Biasanya kekerasan ini dikatakan sebagai pelanggaran HAM, padahal kekerasan itu merupakan tindakan kriminal dan merupakan tindakan pidana biasa.
Namun menurutOtto, selama tahun 2012 dalam catatan Komnas HAM, secara umum polisi adalah aktor yang paling banyak dilaporkan masyarakat sebagai pelanggar HAM yakni 1.635 berkas.[]