BANDUNG, KabarKampus – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandung mengecam Aparat Kepolisian Sektor Sumur Bandung yang membubarkan paksa aksi tatrikal Perayaan Tubuh 2016 di Jalan Asia Afrika, Minggu (27/03/2016) malam. AJI Bandung menilai, tindakan tersebut sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat.
Menurut Ari Syahril Ramadhan, Divisi Advokasi AJI Kota Bandung mengatakan, setiap warga negara berhak untuk berekpresi, menyampaikan pendapat dan berkesenian serta berkebudayaan di ruang-ruang publik. Hak ini pun diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28.
Polisi, sesuai dengan pasal 1 dan 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dengan jelas menyatakan Kepolisian bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
(Baca Juga: Aksi Pantonim Dibubarkan, Kebebasan Berekspresi Bandung Terancam)
“Bukan malahan membungkam kebebasan berekspresi dan berpendapat. Polisi seharusnya memastikan warga negara dapat berekspresi dan berpendapat dengan tenang,” ujar Ari.
Apalagi kata Ari, polisi membawa Wanggi Hoed, salah satu seniman ke kantor Polisi untuk di interogasi karena kegiatan perayaan tubuh tersebut. Ini merupakan sebuah aksi teror pembungkaman.
“Tidak ada satu pun pasal-pasal hukum yang dapat dituduhkan pada Wanggi dan seniman yang terlibat dalam aksi Perayaan Tubuh 2016,” ungkap Ari.
Perayaan Tubuh 2016 diperingati seniman Bandung yang tergabung dalam Awak Inisiatif Art Movement dengan melakukan pertunjukan seni olah tubuh. Sembilan seniman memulai pertunjukan dari Monumen Titik Nol Kilometer Kota Bandung, Jalan Asia Afrika pada pukul 19.50. Mereka rencananya akan bergerak menuju eks Plaza Palaguna yang berjarak kurang lebih 300 meter dari titik start.
Namun jelang titik akhir yaitu di Tugu Asia Afrika mereka diberhentikan oleh polisi. Polisi meminta agar pertunjukan diakhiri karena mengganggu ketertiban umum.
Para seniman kemudian membereskan properti pertunjukan dan bersiap pulang menuju Gedung Indonesia Menggugat. Namun di tengah perjalanan pulang, Wanggi diberhentikan oleh dua anggota polisi berpakaian preman. Wanggi kemudian diminta untuk naik ke sebuah mobil berwarna hitam dan dibawa menuju Markas Polsekta Sumur Bandung.
Di Markas Polsekta Sumur Bandung, Wanggi mengaku diinterogasi oleh anggota dari unit intelkam. Polisi menanyai identitas diri Wanggi dan tujuan kegiatan. Menurutnya, polisi membubarkan paksa kegiatan tersebut karena tidak mendapatkan surat pemberitahuan sebelumnya. Setelah dibuatkan berita acara interogasi, Wanggi kemudian dilepaskan.[]