ENCEP SUKONTRA
Surili menjadi salah satu hewan yang turut menyebarkan benih pohon di hutan. Secara jangka panjang, peran primata dengan nama latin Presbytis comate ini sangat penting dalam menjaga kelestarian hutan.
“Dia pemakan pucuk-pucuk daun, komposisi makanannya 70 persen daun, sisanya makan biji dan buah. Surili adalah salah satu penyebar biji terbaik di hutan. Jadi yang menumbuhkan pohon-pohon baru adalah surili,” jelas Sigit Ibrahim, Koordinator pengasuh satwa dari Pusat Rehabilitasi Satwa The Aspinall Foundation, Ciwidey, Bandung selatan, Rabu (07/09/2016).
The Aspinall Foundation bersama Panitia Besar Pekan Olahraga Nasional (PB PON) XIX/2016 Jawa Barat, dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, baru saja melepasliarkan sepasang surili bernama Lili dan Lala. Nama ini diambil dari nama dua maskot PON Jabar 2016. Lili adalah surili jantan tiga tahun, dan Lala adalah suruli betina empat tahun.
Sigit Ibrahim menjelaskan, surili merupakan primata sebangsa lutung yang memiliki gaya hidup alami arboreal, yakni sangat dekat dan tergantung pada pohon. Primata ini makan dan tidur di atas pohon yang rimbun.
Hutan yang memiliki bergam pohon rindang cocok untuk habitat hewan endemik Jawa Barat itu. Lili dan Lala sendiri dilepas di kawasan Cagar Alam Patengan seluas 85 hektar, berdekatan dengan Taman Wisata Alam Patengan seluas 68 hektar.
Di cagar alam yang melingkupi Situ Patengan itu sudah terdapat habitat Lutung jawa dan enam kelompok surili liar. Untuk diketahui, surili hidup berkelompok, satu kelompok terdiri dari lima sampai delapan ekor yang dipimpin oleh surili jantan (alpha male). Lili dan Lala diharapkan bisa membaur dengan kelompok surili liar tersebut.
Sebagai hewan arboreal, surili akan menjelajah dari pohon yang satu ke pohon yang lannya. Dalam sepekan, ia bisa menjelajah beberapa pohon di areal hutan, pekan berikutnya ia akan kembali ke pohon pertama yang ia jelajahi.
Jika pohon di sutu kawasan tidak membuatnya nyaman, surili akan mencari tempat baru. Di saat pencarian area baru inilah tidak jarang surili harus menempuh perjalanan darat. Sedangkan kondisi hutan tidak selamanya saling terkoneksi. Hutan bisa terpotong karena adanya penebangan, perkebunan, lahan perumahan warga, dan lainnya.
Semua itu membuat kawasan hutan tempat surili makin mengecil. Maka untuk mempertahankan hidup, terlebih jika populasinya meningkat dimana luasan hutan dan ketersediaan sudah tidak memadai, menuntut kelompok surili harus berpsah dan mencari penghidupan baru.
“Biasanya di sana apesnya, dia harus lari ke bawah, itu ancaman buat surili, baik dari orang maupun predator,” kata dia.
Salah satu predator alamiah surili adalah macan tutul yang diyakini masih terdapat di kawasan Kawah Putih dan Gunung Patuha, Ciwidey, Kabupaten Bandung. Namun di kawasan Cagar Alam Patengan, tidak ditemukan adanya macan tutul karena luasan hutannya sudah terpotong-potong.
Di saat surili turun ke tanah, predator macan tutul biasanya mengendap untuk memangsa. Selain itu, kompetitor dari bangsa monyet lainnya juga bisa menjadi ancaman surili.
“Dalam persaingan surili bisa kalah karena perkelompoknya tidak banyak, antara tiga sampai lima atau delapan ekor paling banyak. Beda dengan monyet atau lutung yang bisa mencapai belasan,” tutur Sigit Ibrahim.
Namun surili adalah primata yang lebih sering mengalah dan berbagi dengan kompetitor. “Surili ini makan daun muda atau pucuk, si lutung daun agak tuanya, si owa biasanya makan buah. Jadi dalam satu pohon itu mereka akan berbagi kawasan,” katanya.
Peran penting lain dari surili adalah penyeimbangkan ekosistem hutan. Surili merupakan cadangan makanan bagi macan tutul. Dengan adanya surili, macan tutul (Panthera pardus) tidak keluar area hutan, apalagi mencuri ternak atau memasuki pemukiman penduduk.
Menurut Sigit Ibrahim, dulunya di kawasan Cagar Alam Patengan terdapat macan tutul. “Namun karena sudah terfragmentasi hutannya si macannya tidak sampai ke kawasan ini, hanya di Patuha masih kita temukan,” sebutnya.
Kawasan Cagar Alam Patengan memang relatif kecil untuk habitat hewan liar. Di kawasan ini sudah banyak pemukiman penduduk. Tetapi Sigit Ibrahim menegaslam pihaknya bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat sudah melakukan kajian sebelum menempatkan Lili dan Lala di kawasan Cagar Alam Patengan.
“Adanya potensi wisata di sini juga bisa menjadi kesempata edukasi bagi masyarakat tentang keberadaan surili yang dilindungi,” tandasnya. []