Ahmad Fauzan

JAKARTA, KabarKampus – Film Surat Cinta Buat Sang Prada terpilih sebagai film dokumenter terbaik dan berhak mendapatkan South to South (StoS) Film Festival Award, pada malam penganugerahan dan penutupan South to South (StoS) film Festival 2012, di Goethe Institute, Jakarta, (26/12).
Surat Buat Sang Prada merupakan buah karya Wenda Maria Imakulatas Tokomonowir, yang menceritakan kisah nyata seorang perempuan Papua Maria ‘Eti’ Goreti yang memberikan sebuah surat video untuk seorang Prajurit Indonesia, Samsul Bacharudin, yang pernah bertugas di kampungnya, Bupul. Bupul terletak di perbatasan Indonesia – Papua Nugini. Mereka memiliki hubungan yang berbuah seorang anak perempuan. Samsul meninggalkan Eti ketika ia mengandung. Setelah lahir, Eti berjuang seorang diri untuk menghidupi anaknya dengan diskriminasi dan caci maki warga. Kendati menjadi kontroversial di kampungnya, Eti tetap berharap agar Samsul bisa kembali kepadanya untuk menemui putri mereka.
Dewan Juri film kompetisi dokumenter yang terdiri dari Arief Ash Shiddiq, Darwin Nugraha dan Nanang Sujana menyatakan bahwa Film Surat Cinta Buat Sang Prada ini layak menjadi film kompetisi dokumenter terbaik karena film tersebut berfokus pada permasalahan yang disampaikan, dipaparkan secara sederhana namun mampu membawa layer-layer persoalan dibalik peristiwa yang ada dalam film ini.
Dewan juri juga memberikan penghargaan Special Mention untuk film Dokumenter pendek yang berjudul Sop Buntut, karya Sutradara Deden Ramadani. Dan Film Dokumenter TV Terbaik diberikan kepada Film “Demi Goresan Kapur”, produksi DAAI TV, karya Ari Trismana.
Sementara itu, untuk kompetisi film fiksi, Dewan Juri yang terdiri dari Adrian Jonathan Pasaribu, Perdana Kartawiyuda dan Catharina Dwihastarini menyatakan tidak ada yang terpilih di festival IV kali ini. Menurut dewan juri karya-karya yang telah diterima belum ada yang terasa unggul dibandingkan dengan lainnya. Namun para juri telah menetapkan karya film fiksi sebagai Special Mention yaitu Jakarta 2012 dan Kalung Sepatu.
Film “Rumah Multatuli” karya Sapto Agus Irawan, produksi DAAI TV terpilih menjadi Film Dokumenter Favorit pengunjung South to South Film Festival. Sedangkan Film Favorit Pilihan Penonton Fiksi dipilih juri adalah Layar Kacau.
Malam penutupan StoS Film Festival ini juga memilih lima karya Esai terbaik dalam Kompetisi Esai “Semangat Tanpa Batas”. Lima karya esai terbaik ini disaring oleh Dewan Juri yang terdiri dari Mujtaba Hamdi (MediaLink), Imam Shofwan (Yayasan Pantau) dan Siti Maimunah (StoS Film Festival). Lima karya esai terbaik tersebut adalah : Antara Pemuda, Pangan, dan Perubahan, karya Detha Arya Tifada; Sekantung Ubi yang Mencipta Energi, karya Azmy Basyarahil; Berani Melaju Kencang, karya Fredy Wansyah; Perempuan-Perempuan Tanpa Batas, karya Ganar Adhitya; dan Kampung Bathik Banyumas: Gerakan Glokalisasi Kolektif, karya Siti Nur Azizah.
Sedangkan Lomba foto “Semangat Tanpa Batas” yang diikuti oleh 16 foto yang diunggah ke fan page, terjaring 3 nominator yang mendapatkan “like” terbanyak. Foto karya Nuzulul Dina terpilih sebagai foto favorit pengunjung fan page.
Ferdinand Ismael, Direktur Festival menyatakan bahwa Semangat Tanpa Batas tidak akan berhenti sampai di sini, karena mereka akan membawa film-film festival ini ke kampung-kampung, pelosok, sekolah dan kampus.
“Kami ingin film-film ini menjadi filmnya rakyat. Mencerdaskan dan memberikan inspirasi untuk tumbuhnya gerakan-gerakan solidaritas yang lebih luas lagi. Di sinilah inti jiwanya dari South to South Film Festival,” kata Ferdinand.
Penutupan South to South Film Festival dihadiri sejumlah aktivis, para film maker independen dan juga penampilan musisi Glenn Fredly. []






