Frino Bariarcianur
Kunjungan Wakapolri Komjen Nanan Sukarna ke Universitas Pamulang (Unpam) Kamis lalu (18/10/2012) berbuah tragedi. Maksudnya ingin bicara soal peran Polri, eh jadinya malah berantem. Peristiwa ini sungguh memalukan.
Mari kita lihat apa yang terjadi di Langkat, Sumatera Utara. Sejumlah mahasiswa dari Law Enforcement Fair (penegakan hukum adil) BTM Aladdinsyah Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) melakukan kunjungan ke Polres Langkat, Selasa (9/10/2012). Mahasiswa dan aparat kepolisian duduk bersama membincangkan tentang penegakan hukum.
Tidak ada bentrok.
Mahasiswa disambut oleh Kapolres Langkat AKBP Leonardus Eric Bhismo, Wakapolres Langkat Kompol Drs. Safwan Khayat, Kabag Ops Polres Langkat Kompol Suyadi, Kasat Reskrim Polres Langkat AKP Rosyid Hartanto, dan Kasat Narkoba Polres Langkat AKP Lukmin Siregar.
Dari pertemuan kecil yang nyaris tak terdeteksi ini, kedua belah pihak sepakat untuk bekerja sama membangun kesadaran masyarakat di pedesaan agar sadar hukum. Tahu seluk beluk soal hukum. Sehingga warga yang tersangkut dengan hukum tidak dibodoh-bodohi.
Misi ini penting untuk keberlangsungan ketertiban di Kabupaten Langkat.
Pertanyaannya, kenapa para mahasiswa USU itu memilih Polres Langkat? Padahal di Sumatera Utara ada banyak Polres. Dan kalau kita lihat aksi-aksi demonstrasi yang terjadi Sumatera Utara, baik itu yang dilakukan mahasiswa dan warga, tidak sedikit berakhir bentrok. Atau minimal bakar-bakar ban.
Di Langkat sendiri, bukan warga atau mahasiswa yang bentrok dengan Polisi melainkan bentrok dengan perusahaan-perusahaan. Polisi di Langkat malah pernah menggagalkan aksi protes yang berujung bentrok. Bisa dibilang Polres Langkat tidak pernah bentrok menangani aksi-aksi protes warga.
Malah,”Saya harap kepada adik-adik dapat memberikan penjelasan tentang hukum, khususnya di pedesaan, karena banyak masyarakat desa yang buta akan hukum,” kata Kapolres Langkat kepada mahasiswa. Pihak kepolisian Langkat sadar bahwa menegakkan hukum di Indonesia, khususnya di daerah Langkat tidak bisa sendirian.
Niat baik ini tentu harus kita apresiasi. Kerjasama antara mahasiswa dan pihak kepolisian di Langkat harus didukung demi kenyamanan masyarakat. Kita butuh penegak-penegak hukum yang ramah, yang tidak hanya ditampilkan oleh Polwan-polwan cantik di layar kaca. Kita butuh penegak hukum yang benar-benar ramah dalam realita.
Usman Hamid, aktivis HAM, pernah menyatakan bahwa Indonesia butuh penegak-penegak hukum yang berwibawa, bersih dari korupsi, tidak menjadi pelindung pengusaha dan mengayomi masyarakat. Usman pernah geram ketika Polisi di Jakarta mengobrak-abrik kantor LBH Jakarta saat mahasiswa melakukan demonstrasi menentang kenaikan BBM.
Berlebihankah keinginan-keinginan itu?
Dan beberapa hari lalu, kejadian berulang. Sang Jenderal yang hendak memberikan kuliah umum tentang “Peran Serta Polri dan Tantangan Masa Depan” menampakkan wajah aslinya. Gas air mata ditembakkan, peluru-peluru melesat, wajah-wajah anak muda lebam, bahkan ada yang tertembak. Tidak hanya di pihak mahasiswa, anggota kepolisian pun juga terluka. Peristiwa ini sungguh memalukan. Begitukah “pesta” jika seorang Jenderal turun ke lapangan? Begitukah cara menangani aksi-aksi demonstrasi mahasiswa?
Tak sempat Wakapolri menunjukkan intelektualnya di hadapan mahasiswa, ia telah terprovokasi sendiri untuk lebih mengedepankan senjata.
Kejadian itu dapat juga dibaca sebagai usaha sang Jenderal menunjukkan kepada kita begitu besar kekuasaan dirinya. Kalau mahasiswa atau warga ingin berdemonstrasi, lihatlah peluru ini bisa bersarang ke tubuh kalian.
Jenderal, kamu benar-benar hebat.[]