Jakarta, KabarKampus-Berbagai organisasi, mahasiswa dan korban pelanggaran HAM melakukan aksi demonstrasi peringatan HAM di depan Istana Negara, Jakarta, Senin (10/12/2012). Negara dianggap gagal menegakkan HAM.
Front Perjuangan Rakyat (FPR) menyatakan bahwa kebijakan peerintah SBY-Boediono yang mengatasnamakan perlindungan justru malah menyengsarakan rakyat.
“Ada sekitar 39.000 kasus dan 300 kasus hukuman mati, kekerasan fisik, kekerasan verbal, pelecehan seksual, meninggal dunia secara misterius, gaji tidak dibayar dan juga persoalan hak berserikat,” ungkap Rubi HB Daman, koordinator umum FPR saat berorasi di depan Istana.
Banyaknya kasus pelanggaran HAM di Indonesia membuktikan bahwa pemerintahan SBY-Boediono telah gagal. Dalam aksi itu FPR juga menuntut kepada pemerintah agar menghentikan represivitas dan kriminalisasi pada kaum tani, tolak RUU keamanan nasional dan RUU Ormas, cabut UU pendidikan Tinggi dan wujudkan kebebasan mimbar akademik.
Tidak hanya FPR, korban Lumpur Lapindo pun ikut dalam aksi peringatan HAM sedunia. Korban melumuri tubuh mereka dengan tanah sebagai bentuk protes terhadap penyelesaian Lumpur Lapindo yang makin tidak jelas.
“Seret Aburizal Bakrie, penjahat HAM ke pengadilan. Pelanggar HAM berat,” teriak para korban.
Dalam aksi peringatan Hak Asasi Manusia di depan Istana hadir juga kaum waria. Mereka menuntut agar tidak didiskriminasi. Sementara LBH Jakarta, Urban Poor Consortium, Luviana dan aktivis perempuan juga menuntut agar negara menyelesaikan kasus HAM dengan serius.
Orang tua Sondang Hutagalung yang ikut aksi menyatakan dalam peringatan HAM sedunia saat ini, anak muda harus terus berjuang. Termasuk berjuang menghapuskan narkoba dari Indonesia.
“Tidak ada kompromi buat narkoba, selesaikan kasus Munir,” kata Pirto Hutagalung tegas. Dalam kesempatan itu juga, ia mewakili keluarga mengucapkan terima kasih atas solidaritas mahasiswa dan rakyat yang masih memperhatikan Sondang Hutagalung.
Aksi berjalan damai. Massa mengakhiri aksi dengan pembacaan doa dan tabur bunga.[]