ABC AUSTRALIA NETWORK
Konferensi internasional bertema “Menjadi Muslim di Australia” mengungkap, kebanyakan warga muslim di Australia mengalami tindakan rasis yang lebih sering dibanding warga lainnya. Sementara itu, sebuah survei yang dilakukan kelompok anti Islam Q Society mengungkap bahwa Australia tidak menjadi tempat yang lebih baik gara-gara isu Islam.
Konferensi dua hari itu diselenggarakan Pusat Studi Islam dan Peradaban pada Charles Sturt University bekerja sama dengan the Islamic Sciences and Research Academy Australia.
Menurut Direktur Pusat Studi tersebut, Mehmet Ozalp, hasil penelitian menunjukkan bahwa warga Muslim ingin berintegrasi dengan masyarakat Australia.
Salah seorang pembicara, Prof Kevin Dunn dari the University of Western Sydney mengatakan, meskipun umumnya warga Muslim menghadapi masalah yang sama dengan warga lainnya seperti isu perumahan, pekerjaan dan pendidikan, namun satu hal yang berbeda.
“Dalam satu hal, warga Muslim di Sydney mengalami tingkat pengalaman rasis yang lebih tinggi,” katanya.
“Dari survei kita tahu bahwa 17 persen warga mengalami tindakan rasis di tempat kerja. Tapi bagi warga Muslim survei kami menunjukkan tingkat yang lebih tinggi, hingga 60 persen,” jelas Prof Dunn.
Menurut Mehmet Ozalp, meskipun ada sejumlah kecil warga Muslim Australia yang menjadi radikal karena isu-isu internasional, namun umumnya warga Muslim justru bersatu dan membantu mereka menemukan tempat dalam masyarakat.
Sementara itu, kelompok anti Islam Q Society melansir hasil survei yang dilakukan bersama Roy Morgan. Hasilnya menunjukkan 70 persen responden percaya bahwa Australia tidak menjadi tempat yang lebih baik gara-gara isu Islam. Kelompok Q Society adalah organisasi yang pernah mengundang politisi Belanda Geert Wilders yang anti Islam ke Australia awal 2013.
Survei Roy Morgan ini dilakukan terhadap 600 responden dan dirampungkan akhir Oktober lalu. 53 persen responden menghendaki dilarangnya pakaian burka di tempat umum. []