Ahmad Fauzan Sazli
DR. Dave McRae. FOTO : AHMAD FAUZAN SAZLI
DEPOK, KabarKampus – Penyadapan yang dilakukan oleh intelijen Australia terhadap sejumlah pemimpin Indonesia memperburuk hubungan kedua negara. Apalagi Tony Abbott menolak meminta maaf kepada pemerintah Indonesia. Lalu bagaimanakah masa depan hubungan kedua negara tetangga ini pasca penyadapan tersebut?
DR. Dave McRae, peneliti Kebijakan Internasional dari Lowy Institut mengaku optimis bahwa hubungan kedua negara akan kembali pulih dalam jangka panjang. Karena sebelum kasus penyadapan ini terjadi, Australia pernah menarik duta besarnya dari Indonesia.
“Penarikan duta besar dilakukan pada bulan Maret 2006, kemudian pada bulan November kedua negara sudah melakukan kerjasama bilateral,” kata Dave dalam diskusi Memetakan Masa Depan Indonesia Australia Pasca Penyadapan di kampus UI Depok, Selasa, (26/11/2013).
Menurut Dave, bila dasar membaiknya kerjasama antar kedua negara adalah permintaan maaf dari Australia, hal tersebut justru menjadi ruang sempit. Pasalnya PM Australia sudah menyatakan tidak mau meminta maaf.
“Bila terpaku ada permintaan maaf ini kan menyulitkan penyelesaikan kasus ini,” ungkap Dave.
Dave menjelaskan, yang harus dilakukan kedua negara adalah adanya pembicaraan, dimana kedua negara sama-sama puas dan dapat menyampaikannya kepada publik.
Menurut Dave, saat ini penyadapan adalah sesuatu lazim terjadi di berbagai negara. Setiap negara memiliki lembaga intelijen. Dan kemampuan menyadap sudah berubah dari jaman dulu. Indonesia bisa terdorong melakukan penyadapan, begitu juga Australia.
“Yang perlu diperdebatkan ke depan apakah penyadapan itu sesuai atau tidak,” jelas Dave.[]