Ahmad Fauzan Sazli
Aksi menolak WTO di Bali. FOTO : Dok. FMN
JAKARTA, KabarKampus – Konferensi Tingkat Menteri (KTM) 9 WTO saat ini sedang berlangsung di Nusa Dua, Bali 3-6 Desember. Pada kegiatan ini salah satunya membahas “Paket bali” yang terdiri dari Bali Fasilitas Perdagangan, Pertanian, dan masalah negara yang sedang berkembang.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutannya mengatakan bahwa WTO tidak lagi buntu karena sudah 12 tahun melakukan negosiasi. Menurutnya WTO tidak boleh gagal dan fokus pada peluang salah satunya dengan melakukan kesepakatan perdagangan baru.
“Paket Bali penting untuk mengentaskan kemiskinan” imbuh SBY, kata SBY seperti dilansir di Kompas.
Atas pidato Presiden SBY tersebut FMN berpandangan, bahwa untuk mengentaskan kemiskinan bukan melalui WTO dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa, tetapi dengan melaksanakan reforma agraria sejati, memberikan subsidi kepada petani dan tindak membuka lebar impor.
Yogo Dani, Pimpinan Pusat FMN menyampaikan, bahwa negara maju seperti Amerika Serikat memegang kendali WTO karena sejarah liberalisasi perdagangan, jasa dan pertanian diusulkan negara itu. Perdagangan bebas hanyalah bungkus yang seolah-olah adil karena setiap negara dapat bersaing.
“Sementara pertanian negara sedang berkembang termasuk Indonesia akan mati jika dipaksa bersaing dengan pertanian negara maju yang diusahakan oleh perusahaan dan masih disubsidi,” kata Yogo, Jumat, (06/12/2013)
Menurutnya, perdagangan bebas sejatinya hanyalah alat monopoli oleh negara maju dan menjadikan negara berkembang sebagai pasar bagi produk industrinya.
Ia menjelaskan, permasalahan yang pokok bagi petani Indonesia bukanlah akses pasar tetapi tanah. Bedasarkan sensus pertanian BPS 2013 jumlah rumah tangga petani gurem tahun 2013 sebanyak 14,25 juta rumah tangga atau sebesar 55,33 persen dari rumah tangga pertanian pengguna lahan dengan luas lahan rata-rata hanya 0,89 hektar.
Yogo mengungkapkan, keadaan yang demikian yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah bukan WTO yang dikendalikan perusahaan-perusahaan raksasa yang didalamnya termasuk perusahaan pertanian dari AS.
“Presiden bohong, jika WTO dapat mengentaskan kemiskinan. Sejak menjadi anggota WTO angka kemiskinan Indonesia masih tinggi mencapai 10,507 juta diperkotaan. Dipedesaan mencapai 18, 086 juta(BPS 2013),” ungkap Yogo
Berdasarkan kenyataan diatas FMN mendesak pemerintah untuk mengeluarkan pertanian dari WTO. Selain itu, FMN menolak perjanjian baru WTO dan menyerukan agar WTO di bubarkan.[]