Jalal Sofan Fitri
Ilustrasi. DEMO BEM UI. FOTO : AHMAD FAUZAN SAZLI
DEPOK, KabarKampus – Pernyataan calon ketua BEM UI 2014, yakni Ivan Riansa dan Ahmad Mujahid (Aid) dalam forum debat kandidat calon ketua lembaga eksekutif mahasiswa UI mendapat kritikan dari sejumlah pihak. Dimana dalam forum tersebut keduanya mendukung diberikannya gelar pahlawan kepada Soeharto dengan alasan Soeharto telah memberikan jasa cukup besar bagi Indonesia.
Kritikan tersebut berasal dari Saifulloh Ramdani, Ketua Lembaga Eksekutif Fakultas (BEM) FIB UI, melalui akun Twitter-nya @Ipul_Ramdani. Saifullah menegaskan, dirinya tak rela bila nantinya pemimpin mahasiswa di UI sepakat mendukung Seoharto menjadi pahlawan. Ia khawatir, gerakan mahasiswa bakal menjadi kacau balau.
“Kasihan nih UI, kalau benar yang jadi pemimpin mahasiswa sepakat Seoharto jadi pahlawan. Yakin, banyak mahasiswa UI yang marah dan gerakan mahasiswa UI di 2014 kacau balau,” ujar Saifulloh.
Hal senada juga diungkapkan oleh kelompok gerakan mahasiswa UI bernama Serikat Mahasiswa Progresif (Semar) UI. Semar UI mengatakan, jika Ivan dan Aid ingin menjadi wakil dan ketua BEM UI 2014, seharusnya mereka melakukan dukungan gerakan ‘melawan lupa’ atas pelanggaran HAM yang dilakukan Soeharto di masa silam. Bukan justru mendukungnya menjadi pahlawan nasional
“Karena pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional membuat generasi sekarang dan berikutnya, lupa atas semua kejahatan HAM yang dilakukannya,” ungkap Semar UI.
Menurutnya, bila masyarakat hanya mengingat jasa-jasanya, hal tersebut tidak sebanding dengan kejahatan yang dilakukannya. Atau memang Ivan Aid memang berencana untuk menghilangkan memori kolektif, setidaknya di kalangan mahasiswa UI ini.
Selain dari Semar UI, reaksi keras terhadap statement calon ketua BEM UI ini datang dari Lembaga Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Melalui kicauan di akun Twitternya @KontraS, lembaga tersebut menyindir Ivan dan Aid,
“Suruh ke jurusan UI saja, tanya-tanya di sana (tentang sejarah pelanggaran HAM yang telah dilakukan Soeharto),” tulis @Kontras.
Kicauan sindiran juga datang dari pengamat politik dan aktivis HAM, Fadjroel Rahman melalui akun Twitternya @fadjroeL. Ia memandang, Ivan dan Aid masih “kurang baca” buku tentang sepak terjang Soeharto melanggar HAM dan mengekang kebebasan berpendapat.
Sementara itu, Allan Akbar, Sejarawan Muda UI menyayangkan bila seandainya, Soeharto mendapat anugerah gelar pahlawan nasional, meski mempunyai prestasi dan hasil yang telah dicapai.
Menurutnya, selama kepemimpinan Soeharto dengan mengatasnamakan stabilisasi dalam negeri, sebagian besar rakyat Indonesia hidup dalam ketakutan dan terbelenggu kebebasan berpendapatnya. Selama puluhan tahun masa Orde Baru, korban yang dituduh menjadi anggota PKI (partai Komunis Indonesia) hidup dalam diskriminasi dan tanpa adanya keadilan yang jelas.
“Segala bentuk gerakan (kontra terhadap Soeharto) dianggap ancaman. Dari situ terlihat, pembangunan yang masif harus dilumuri dengan air mata Indonesia. Mari renungkan bersama, masih kah pantas (Soeharto menjadi pahlawan nasional)?.” ungkap Allan yang baru-baru ini, meluncurkan sebuah buku berjudul “Memata-Matai Kaum Pergerakan: Dinas Intelejen Politik Hindia Belanda 1916 – 1934”.[]